Tidak peduli seseru apa pengalaman yang dirasa saat memainkan game, pasti akan selalu ada momen dimana kamu merindukan saat-saat bisa bermain dengan teman. Baik itu saat mabar di rental PlayStation dulu saat masa kecil, atau bermain game online di warnet selepas pulang sekolah, masa-masa itu rasanya memang sulit untuk bisa didapatkan kembali saat sudah beranjak dewasa. Rasa haus akan sebuah game co-op yang unik dan dapat membawa kami ke era lama yang dirindukan tersebut akhirnya kembali lewat game baru berjudul It Takes Two.
Dikembangkan oleh Hazelight Studios yang merupakan developer dibalik game co-op serupa berjudul A Way Out, kali ini premis yang ditawarkan It Takes Two lebih berfokus pada pengalaman 3D platformer yang menuntut kerjasama dinamis antara kamu sebagai pemain, dengan partner lainnya yang bersedia untuk menemanimu sepanjang petualangan panjang di dunia fantasi. Kami jujur belum pernah memainkan game co-op dengan konsep seperti ini sebelumnya, apalagi dengan sudut pandang split-screen yang tidak lagi hanya dirasakan dari game balapan zaman dulu, jadi pengalaman yang didapat memang sangat berbeda.
Setelah berkesempatan untuk memainkan gamenya selama satu minggu terakhir dengan teman yang kebetulan bersedia diajak, kami telah mendapat impresi yang cukup untuk dirangkum dalam review. Penasaran seperti apa kualitas gamenya? langsung saja simak ulasan kami di bawah ini.
Jalan Cerita dan Presentasi
Pada intinya It Takes Two adalah game single-player yang fokus kontennya tetap dibangun dengan jalan cerita utama. Jadi dalam game ini kamu akan diberikan sudut pandang cerita dari pasangan suami istri bernama May dan Cody Goodwin, yang sejak awal sudah diperlihatkan sebagai pasangan yang tidak akur dan sudah berada diambang perceraian. Rose yang merupakan putri dari kedua pasangan tersebut merasa terpukul dengan kabar dari ayah dan ibunya yang akan berpisah, sehingga dia meminta permohonan sembari menunjukkan buku “Book of Love” yang ditulis oleh Dr. Hakim ke boneka replika May dan Cody yang dibuatnya sendiri.
Surprise surprise, permohonan tersebut menjadi kenyataan yang kemudian membuat May serta Cody berubah ke wujud boneka buatan anaknya. Masih berusaha mengetahui apa yang sebenarnya terjadi, mereka berdua kemudian bertemu dengan Dr. Hakim dalam wujud buku yang bisa berbicara dan beperan sebagai pemandu yang cukup menjengkelkan. Dari sinilah petualangan May dan Cody dimulai, yang mana mereka harus menemukan cara untuk kembali ke tubuh aslinya, yaitu dengan menemui Rose yang terlihat masih menjalani aktivitas normal di dunia nyata.
Dari segi cerita It Takes Two mirip dengan kebanyakan film animasi holywood buatan Disney atau DreamWorks, yang pada akhirnya memberikan kesan familiar sekaligus sangat mudah diprediksi. Satu yang menjadi fokus utamanya adalah penggambaran hubungan suami istri yang runyam dan bagaimana mereka bisa memperbaikinya dengan saling memahami satu sama lain. Alasan dari rencana perceraian May dan Cody memang terkesan sepele, namun kami merasa kalau pernikahan terkadang bisa selalu berakhir dengan alasan apapun, selama kedua pasangan memang tidak bisa akur dan merasa tidak nyaman dengan posisinya masing-masing.
Penggambaran konsepnya sudah cukup akurat, namun kami sangat tidak suka dengan pembawaan karakter May dan Cody yang bahkan lebih menjengkelkan dari Dr. Hakim. Hampir sepanjang permainan mereka selalu bertengkar dan saling menyalahkan satu sama lain, tapi ada juga beberapa bagian yang menunjukkan kecocokan pas diantara keduanya, apalagi di bagian gameplay yang memang sepenuhnya berada dalam kontrol permain.
It Takes Two terkadang juga bisa menunjukkan sisi gelap pada beberapa adegan ceritanya, dimana karakter bisa dengan mudahnya mengatakan “kill” atau membunuh, serta bagaimana ada satu porsi gameplay (tidak akan kami sebutkan karena spoiler) yang mengharuskan May dan Cody untuk “mengeksekusi” satu-satunya karakter favorit kami di game tersebut, jadi ya jangan disalahkan jika rasa kesal itu semakin menumpuk.
Mungkin pujian yang bisa kami berikan untuk gamenya dari segi cerita adalah presentasinya sendiri. Game ini hadir degan grafis Unreal Engine 4 yang sangat menawan, apalagi di bagian cutscene yang merupakan render langsung dan terhubung dengan mulus ke gameplay tanpa banyak halangan loading. Detail dan ekspresi karakter terlihat sangat baik dan bahkan bisa disandingkan dengan kualitas film animasi modern sekalipun.
Gameplay Platformer yang Seru Abis
Sebelum masuk ke inti gamenya sendiri, kami harus memberikan informasi penting kalau It Takes Two hanya bisa dimainkan dengan pemain yang ada dalam list pertemanan kamu. Kami memainkan gamenya di PC dan mengajak teman dengan memanfaatkan akses Friend’s Pass, jadinya hanya ada satu pemain saja yang perlu memiliki gamenya, sementara yang lain bisa bergabung secara gratis.
Awalnya kami sempat kecewa dengan tidak adanya sistem matchmaking, tapi akhirnya langsung sadar kalau It Takes Two adalah game yang berfokus ke konten single-player. Jadi misal jika kamu ingin melanjutkan progress di checkpoint yang sama, maka tidak ada jaminan kalau pemain lain akan ikut dari checkpoint tersebut dan mungkin berencana untuk memainkan gamenya dari awal lagi. Perbedaan progress ini bisa menghambat jalannya matchmaking, jadi membuat gamenya fokus dalam akses co-op secara local maupun online dengan teman memang adalah ide terbaik.
Beralih ke gameplay, kesan pertama yang kami dapat adalah “Ini game halus banget” dan ini memang karena kontrol gameplay 3D platformer dalam It Takes Two dibangun dengan skema kontrol yang dipoles dengan baik. Kami kebetulan tidak sempat memainkan game 3D platformer dalam waktu yang lama, jadi sensasi yang dirasakan lebih memuaskan dari yang dikira. Dari awal kamu akan disuguhkan dengan akses ke semua kontrol standar seperti Jump, Double Jump, Ground ke Air Dash, sampai Ground Pound yang perlu dikuasai langsung untuk bisa melewati setiap level dengan mulus.
Setiap level dalam game ini dibangun dengan desain dan tema luar biasa unik, yang juga akan menyesuaikan dengan semacam alat yang akan kamu dapatkan. Jadi hampir di setiap levelnya May dan Cody akan diberikan dengan alat khusus yang dapat mereka gunakan sebagai senjata maupun untuk melewati beberapa rintangan platforming. Alat-alat ini bisa dibilang berfungsi sebagai mekanisme yang membangun setiap levelnya dengan sensasi gameplay uniknya masing-masing.
Satu yang kami sukai dari gameplay It Takes Two adalah pendekatannya yang lebih kasual. Kami memang jauh lebih prefer ke game platformer menantang, namun khusus untuk It Takes Two yang lebih cocok untuk dimainkan antar kedua pasangan, maka pendekatan gameplay yang kasual adalah suatu keharusan, karena bisa saja pacarmu bukanlah gamer yang lihai dan perlu membiasakan diri. Selain dari checkpoint yang ramah, kesan kasual tersebut terletak di bagaimana kamu hanya perlu membiasakan diri dengan satu alat khusus di setiap level, jadi tidak ada lagi keharusan untuk menumpuk alat yang sudah kamu dapat dan harus sering melakukan switch saat mencapai progress jauh.
Kolaborasi, Kolaborasi, dan Kolaborasi
Seperti yang dikatakan Dr. Hakim, kolaborasi adalah kunci utama yang bisa menyatukan May dan Cody serta kita sendiri sebagai pemain ke dalam gamenya. Untuk itu gameplay dalam It Takes Two selalu menuntut kerjasama kompak, karena hampir semua tantangan platforming serta puzzle dalam game ini membutuhkan usaha dari dua pemain. Bahkan fungsi dari alat khusus yang dimiliki May dan Cody terkadang tidak berguna jika hanya digunakan sendiri, contohnya kamu bisa membuat ledakan dengan menyatukan tembak getah milik Cody dan rifle korek api milik May. Ini juga sama di tantangan platforming dan puzzle yang selalu memastikan kalau kedua pemain memiliki peran pentingnya masing-masing.
Untuk playthrough pertama kami bermain sebagai sang istri May, karena posturnya yang ramping terlihat lebih cocok sebagai karakter playable di game platforming. Tapi soal kemampuan fisik ternyata dia dan Cody tidak berbeda jauh, karena perbedaan diantara keduanya lebih ditekankan ke variasi alat yang didapat di setiap level. May terkadang mendapatkan alat dengan kesan yang lebih destruktif atau kasar, sementara Cody mengarah ke bagian support. Meskipun hanya berbeda di alat saja, namun percayalah kalau pengalaman bermain yang dirasakan akan tetap berbeda, karena ada banyak peran yang hanya dimiliki setiap karakter, termasuk juga rute level yang dilalui. Ini tentu semakin menambah replayability gamenya yang memungkinkan kamu untuk merasakan pengalaman bermain dari dua perspektif karakter yang unik.
Ada juga porsi pertarungan boss yang sebagian besar sangat mudah untuk dilewati, apalagi checkpoint yang tidak perlu sampai mengulang pertarungan dari awal lagi dengan Health Bar boss yang penuh. Tapi sekali lagi, kamu tidak akan bisa mengalahkan boss secara solo jika tidak ada kolaborasi dengan teman untuk mengalahkannya.
Kreativitas Jempolan
Pujian terbesar kami juga perlu diberikan ke desain level yang luar biasa dari segi presentasi maupun kreativitas. Jika mekanisme gameplay dari setiap levelnya saja sudah unik dan menyegarkan, maka kamu akan terus disuguhkan dengan variasi level dunia fantasi yang dominan. Melakukan eksplorasi di setiap levelnya tidak pernah membosankan, karena terkadang ada banyak distraksi seperti objek yang memberikan interaksi kocak antara May dan Cody hingga Mini Game kreatif yang sangat seru.
Jika semua itu belum cukup, It Takes Two terkadang berani menyuguhkan porsi gameplay meta yang sampai-sampai bisa mengganti genre gamenya. Salah satu yang paling kami favoritkan adalah level dimana kamu akan memainkan gamenya dalam sudut pandang top-down RPG dengan skill, angka damage, dan elemen-elemen kecil lain yang membuatnya terasa seperti game RPG sungguhan. Bahkan meskipun sudah mengganti genrenya sekalipun It Takes Two masih tetap konsisten dengan akar utamanya, yaitu kerjasama antar dua pemain yang masih disuguhkan di level-level unik tersebut.
Kesimpulan
Terlepas dari rasa tidak minat kami saat melihat gamenya pertama kali diumumkan, It Takes Two berakhir jauh lebih seru dari yang dibayangkan. Memainkannya secara langsung benar-benar merubah impresi kami ke arah yang jauh lebih positif, dan semakin tidak sabar untuk mencoba game lainnya dari Hazelight Studios seperti A Way Out yang memang tidak sempat kami mainkan. Satu hal yang membuat It Takes Two terasa spesial bagi kami adalah bagaimana game ini dapat menyatukan pasangan yang saling jatuh cinta atau bahkan dirundung masalah untuk kembali mengevaluasi hubungan mereka, termasu memberikan gambaran soal masa depan seperti apa yang ingin dihindari dan mana yang harus dicapai.
Tentu saja kami hanya bisa memainkannya dengan teman, namun itupun tetap memberikan pengalaman yang sulit dilupakan, apalagi di era yang minim dengan game-game co-op unik seperti ini. Baik itu memperkuat pertemanan atau hubungan cinta, It Takes Two bisa jadi alternatif paling seru yang bisa dipilih.
Satu kekurangan yang paling tidak kami sukai dari game ini lebih berhubungan dengan porsi ceritanya. Selain sangat mudah diprediksi, May dan Cody digambarkan sebagai dua karakter utama yang sangat menjengkelkan dan kurang konsisten di banyak tempat. Satu momen mereka akur, di momen lain mereka akan kembali bertengkar, seolah petualangan panjang yang dilalui tidak memberikan pelajaran apapun. Tapi kembali lagi karena alur ceritanya sangat mudah diprediksi, kamu pasti bisa menebak bagaimana cerita keduanya akan berakhir.
Kelebihan | Kekurangan |
Gameplay platformer yang seru abis | Cerita yang terlalu mudah diprediksi |
Desain setiap level yang luar biasa | Karakter utama May dan Cody terkesan menjengkelkan |
Mekanisme platforming dan puzzle yang kreatif dan selalu berubah-ubah | |
Pendekatan gameplay yang lebih kasual dan ringan, cocok untuk pasangan |
Final Score:
9/10
Pastikan untuk mengikuti perkembangan berita game lainnya di Gamerwk.
@gamerwk_id
Discussion about this post