Kalau kamu suka game survival yang fokus ke strategi dan pembangunan komunitas, Survive the Fall bisa jadi pilihan menarik. Dengan latar dunia pasca-kiamat yang lebih alami dan tenang, game ini menawarkan pengalaman bertahan hidup yang cukup beda dari biasanya.Tapi jangan harap semuanya mulus. Di balik konsepnya yang menarik, ada beberapa kekurangan.
Yang seru ada disisi kombinasi antara membangun komunitas, eksplorasi tim kecil, dan sistem tempur yang semi-taktis bikin gameplay-nya punya ritme yang cukup asik dan bikin betah main lama-lama. Kami mendapatkan kesempatan untuk nyobain main Survive the Fall dan review melalui artikel ini. Apakah emang se-seru itu? Mari simak artikelnya!
Setting dan Cerita yang Ok
Survive the Fall membawa pemain ke dunia pasca-apokaliptik yang bukan disebabkan oleh perang nuklir atau ulah manusia, melainkan karena sebuah komet raksasa yang menghantam Bumi. Dampaknya menciptakan kawah besar yang memancarkan zat beracun bernama “Stasis”, membunuh setengah populasi manusia dan mengacaukan sisanya.
Efeknya bikin dunia seperti terjebak dalam musim gugur yang gak pernah berakhir, lengkap dengan penyakit aneh yang menyebar dan mengubah makhluk hidup jadi semacam zombie. Jadi, walau bukan game zombie murni, suasananya tetap creepy dan mencekam.
Yang bikin menarik, setting game ini bukan kota hancur atau kamp kumuh seperti kebanyakan game sejenis. Lokasinya lebih ke alam liar di wilayah tengah Amerika, yang malah terasa tenang dan damai saat nggak ada musuh. Pemain bakal memimpin sekelompok penyintas yang harus membangun kembali komunitasnya setelah tempat tinggal mereka dihancurkan dalam sebuah serangan.
Cerita utamanya berkembang lewat komunikasi radio dan interaksi di markas, bukan lewat cutscene panjang atau sinematik bombastis. Karakter utama dan jalan cerita sih nggak terlalu memorable, bahkan kadang terasa hambar. Tapi dunia di sekitarnya, fraksi-fraksi yang ada, dan beberapa NPC cukup menarik buat bikin pengalaman tetap berkesan.
Gameplay yang Kompleks, Tapi
Gameplay-nya dibagi jadi dua bagian utama: manajemen markas dan eksplorasi taktis bareng tim kecil. Di satu sisi, kamu harus membangun dan mengembangkan markas penyintas dengan membangun berbagai fasilitas—dari dapur, kebun, klinik, bengkel, sampai aula makan. Sementara di sisi lain, kamu bisa membentuk tim berisi tiga orang untuk menjelajahi dunia, cari suplai, lawan bandit, atau sekadar ngumpulin jamur buat makan malam.
Setiap karakter punya skill unik, kayak berburu, meramu obat, membangun, atau memasak. Walau semua bisa ngelakuin tugas apa aja, hasilnya jauh lebih efisien kalau sesuai dengan keahlian mereka. Sistem eksplorasinya pakai sudut pandang top-down, dan kamu bisa bebas ganti karakter saat misi berlangsung atau kasih perintah ke anggota tim lain. Kontrolnya juga cukup fleksibel, jadi bisa main dengan gaya langsung terjun atau taktis penuh perhitungan.
Pembangunan markas sendiri terasa cukup mudah dimengerti meski fiturnya lumayan dalam. Ada lebih dari 30 jenis bangunan yang bisa dibangun, dan kalau semua anggota bantuin, bangunan bisa cepat selesai. Ada juga opsi buat mempercepat waktu, jadi nggak harus nunggu lama setiap kali ngebangun sesuatu. Seiring waktu, markas kamu akan berkembang dan kamu bisa rekrut lebih banyak penyintas—beberapa bisa diajak ikut ekspedisi juga.
Yang bikin seru, kamu juga harus berurusan dengan politik antar fraksi dan membuka teknologi baru lewat tech tree yang cukup kompleks. Perpindahan antara misi dan manajemen markas terasa natural, nggak bikin capek, malah justru bikin gameplay jadi berirama dan terus menarik.
Sistem Tempur dan Stealth yang Kurang Mulus
Sistem combat-nya gak pakai model turn-based atau RNG ala D&D. Di sini kamu harus cepat mikir dan gerak. Bisa main melee, bisa juga pakai senjata api. Aim-nya pakai klik kanan, tembak pakai klik kiri. Ada juga fitur pause yang bisa dipakai buat mikir dan atur strategi di tengah pertempuran, tapi kalau mau main brutal dan langsung hajar juga bisa.
Sistem stealth-nya cukup berperan penting, apalagi di awal game. Karakter bisa jongkok, ngumpet di semak, atau sembunyi di balik tembok buat ngehindar dari musuh. Bisa juga pisahin anggota tim buat ngelakuin manuver siluman dari berbagai arah. Yang bikin realistis, kalau kamu terlalu berisik pas cari barang atau crafting, bisa narik perhatian musuh.
Sayangnya, meskipun idenya bagus, eksekusinya agak kurang mulus. Animasi saat tempur terasa kaku, deteksi serangannya kadang gak akurat, dan efek suara serangan kurang impactful. Jadinya pertempuran kadang gak sepuas yang diharapkan. Potensi sih ada, tapi jelas butuh polesan lagi biar bisa jadi fitur unggulan.
Manajemen Sumber Daya yang Fleksibel
Loot di game ini bisa dibilang sangat berlimpah. Tiap langkah hampir selalu ketemu barang buat diambil, dari makanan, senjata, bahan bangunan, sampai poin riset. Tapi justru karena terlalu banyak, muncul masalah baru: manajemen inventaris yang kacau.
Kapasitas bawa barang terbatas banget—kayak bawa ransel kecil padahal lagi belanja bulanan. Belum lagi tampilan UI-nya penuh tooltip kecil yang bikin pusing. Nyarinya pun ribet karena gak ada sistem sortir yang layak. Mau cari satu item bisa makan waktu karena semuanya numpuk dan tampilannya rame banget.
Untungnya, crafting system-nya lumayan fleksibel, jadi hampir semua item bisa dimanfaatkan. Tapi tetap aja, perlu kesabaran ekstra buat ngatur semuanya. Di sisi lain, ini bikin kamu harus mikir lebih dalam soal prioritas: mau fokus cari makanan, bahan bangunan, atau item riset? Pilihan-pilihan kayak gitu bikin gameplay terasa bermakna, bukan cuma asal ambil semua barang yang kelihatan.
Grafis, Audio, Antarmuka, dan Masalah Teknis
Secara visual, Survive the Fall tampil cukup oke buat ukuran game survival. Lingkungannya punya detail yang lumayan padat dan berhasil menciptakan atmosfer yang mendukung cerita. Desain musuhnya standar, tapi cukup efektif. Cutscene-nya sih agak kasar dan gak terlalu menarik, tapi detail lingkungan cukup menutupi kekurangannya.
Sayangnya, aspek audio termasuk yang paling lemah. Musik latarnya cepet banget terasa repetitif, dan efek suara di pertempuran kurang “nendang”. Padahal di genre survival, audio tuh krusial banget buat ngangkat ketegangan. Kurangnya voice acting juga bikin interaksi dengan karakter terasa hambar.
UI-nya sendiri terasa kayak aplikasi mobile—fungsi jalan, tapi tampilannya datar dan gak punya karakter. Manajemen markasnya pun lebih terasa kayak klik menu daripada ngurus komunitas hidup. Ukuran teks di beberapa tempat juga terlalu kecil, dan kalau di layar ada banyak tombol atau interaksi, malah makin susah klik atau pilih yang bener.
Secara teknis, game ini cukup stabil tapi masih sering nemuin bug, terutama pas pembangunan. Gak sampai bikin game crash sih, tapi cukup ganggu dan kadang bikin emosi sendiri. Secara keseluruhan, game ini butuh polesan teknis lebih lanjut, mulai dari performa, interface, sampai audio.
Kesimpulan
Survive the Fall adalah game survival taktis yang punya konsep menarik dan konten melimpah. Cocok banget buat pemain yang suka mikir strategis dan menikmati proses membangun komunitas dari nol di dunia pasca-kiamat. Mekanisme manajemen dan eksplorasinya berjalan beriringan dengan baik, menciptakan gameplay loop yang bikin nagih.
Tapi sayangnya, game ini belum sepenuhnya matang. Cerita utama kurang kuat, sistem tempurnya masih terasa kaku, dan manajemen inventaris bisa bikin stres. Ditambah lagi dengan UI yang seadanya dan audio yang kurang menggugah, game ini belum bisa bersaing dengan nama-nama besar di genre survival.
Meski begitu, buat penggemar game survival yang cari sesuatu yang beda—lebih tenang, lebih strategis, dan gak cuma soal tembak-tembakan—Survive the Fall tetap layak dicoba. Ada potensi besar di sini, tinggal tunggu pengembangnya kasih sentuhan akhir yang lebih serius.
Survive the Fall sudah resmi dirilis untuk PC melalui Steam dan Epic Games Store. Kamu bisa kunjungi situs resminya DI SINI untuk berbagai informasi lebih lanjut.
Pastikan untuk mengikuti perkembangan berita game lainnya di Gamerwk.
@gamerwk_id
The Review
Survive The Fall
PROS
- Detail lingkungan yang kuat dan membangun atmosfer dunia dengan baik
- Dua mode gameplay yang seimbang: eksplorasi dan pembangunan markas
- Sistem pembangunan markas yang intuitif dan mudah dimengerti
- Kontrol fleksibel: bisa tukar karakter kapan aja atau kasih perintah ke tim
- Sistem stealth cukup dalam dan realistis
- Pohon teknologi dan jenis bangunan yang beragam
- Konten dan gameplay yang banyak, cocok untuk pecinta genre
CONS
- Cerita utama lemah dan karakter utama kurang berkesan
- Manajemen inventaris yang berantakan, gak ada sistem sortir yang layak
- Sistem tempur terasa kurang halus dan kurang "berat"
- Masalah UI: ukuran teks kecil, interaksi tombol sering membingungkan
- Ada bug dan glitch, terutama saat membangun
Discussion about this post