Kembali mengingat masa-masa saat Persona 5 baru saja memulai debutnya di Jepang, kami masih mengingat betul rasa antusiasme luar biasa saat mengetahui kalau sang director Katsura Hashino langsung terjun untuk mengembangkan game RPG dengan premis berbeda lewat PROJECT Re FANTASY. Beberapa concept artwork yang dipamerkannya saja sudah cukup untuk membuat kami terus berimajinasi, tapi tentu saja ada batasan akan seberapa lama hype tersebut bisa dipertahankan. Sempat ada rasa khawatir akan nasib proyeknya yang tidak kunjung mendapat update, sebelum akhirnya Atlus resmi mengumumkannya kembali sebagai Metaphor: ReFantazio.
Penantian yang sangat panjang memang dan pasti ada ekspektasi kalau game ini bisa keluar sebagai salah satu karya terbaik mereka, apalagi dengan keterlibatan dari beberapa bakat ternama dibalik seri Persona modern. Kami tentu punya harapan tersendiri, meski pada akhirnya semua itu bergantung kembali pada premis yang berusaha ditawarkan gamenya, karena bagaimana pun Metaphor: ReFantazio adalah sebuah IP baru yang perlu memberi pembuktian.
Pihak SEGA dan ATLUS kebetulan sudah memberi tim kami kesempatan untuk memainkan gamenya selama beberapa minggu lebih awal, dan impresi yang didapat sejauh ini akhirnya sudah cukup untuk dirangkum dalam review lengkap pada artikel berikut. Tentu saja kami akan sebisa mungkin meminimalisir spoiler bahkan meski di porsi awal-awal yang sudah bisa kalian nikmati lewat demo prolognya, ditambah lagi dengan adanya batasan konten lain yang memang tidak bisa kami diskusikan.
Jalan Cerita Menggugah dengan World Building Ambisius
Gamenya dibuka dengan intro menarik yang memberi pertanyaan soal limitasi dari sebuah karya fantasi sebelum akhirnya ikut menanyakan namamu. Bukan untuk sang protagonis yang akan dimainkan, melainkan memang nama aslimu. Mungkin banyak yang akan mengasoasiasikannya dengan semacam momen 4th wall break meski kami sendiri melihatnya sebagai komponen penting pada premis Metaphor terutama pada ceritanya, karena ini adalah game yang melihat dunia nyata kita sebagai sebuah utopia atau surga fantasi di mana semua orang bisa hidup dengan damai tanpa adanya diskriminasi. Kita (pemain) pasti sudah paham betul kalau dunia nyata tidak seindah yang digambarkan gamenya, sehingga melihat cerita dari sudut pandang seperti ini benar-benar memberi sebuah pengalaman unik.
Mengambil latar di United Kingdom of Euchronia, ini adalah negeri yang dihuni oleh delapan ras dengan kedudukan berbeda, di mana sang protagonis datang dari ras Elda yang memiliki reputasi paling buruk di seluruh negeri dan dianggap layaknya sampah. Meski begitu, sang protagonis ternyata memiliki hubungan dekat sebagai teman masa kecil sang pangeran kerajaan yang tengah menderita kutukan dan semakin mendekati kematian. Dengan adanya konspirasi yang ikut berujung pada kematian sang raja, Euchronia berada dalam ambang perubahan besar di mana siapa yang dapat merebut kekuasaan akan menjadi penentu dari nasib seluruh kerajaan.
Kekuasaan ini ternyata tidak bisa direbut begitu saja, karena sang raja telah memastikan kalau kematiannya tersebut bisa memicu Royal Magic, sebuah sihir mutlak yang memaksa seluruh penduduk Euchronia dalam sebuah turnamen untuk merebut posisi sebagai raja. Setiap kandidat harus bisa mendapat kepercayaan dari rakyat dan upaya untuk saling membunuh antar satu sama lain demi mengurangi kompetisi tidak akan berguna, karena sihir dari sang raja akan melindungi para kandidat dengan posisi tertinggi.
Meski datang dari suku dengan reputasi paling rendah dan sangat langka di dunia tersebut, ini tidak menghambat sang protagonis untuk ikut terlibat dalam turnamen untuk menjadi raja, karena sejatinya sejak awal dia tetap memiliki misi utama demi menyelamatkan pangeran dan mengamankan kekuasaan tersebut pada calon penguasa terbaik. Ini karena sang protagonis dan pangeran sendiri telah berambisi menciptakan dunia layaknya yang digambarkan dalam novel favorit mereka, yaitu dunia tanpa konflik di mana semua orang memiliki kesetaraan tadi. Dari sinilah kamu akan memulai petualangan besar menyusuri seluruh kerajaan Euchronia, mengumpulkan para pengikut, terlibat dalam berbagai konflik tidak terduga, sekaligus merekrut para rekan seperjuangan yang ikut mengejar ambisi serupa.
Pendekatan world building yang lebih ambisius ini berhasil ditangani dengan sangat baik, karena setiap ras dalam gamenya memiliki relevansi kuat di mana kamu bisa mempelajari sejarah mereka dengan lebih dalam, nasib yang harus dihadapi dibanding ras lain, dan karakteristik uniknya selain dari penampilan semata. Ini terutama dieksplor lebih dalam lewat sistem Follower di gamenya yang memungkinkanmu untuk menjalin hubungan persahabatan kuat dengan para party member dan karakter pendukung penting dari ras berbeda. Jadi selain mengikuti cerita sampingan dari masing-masing karakter ini dan membantu mereka untuk tumbuh sebagai sosok yang lebih kuat, kamu akan mendapat gambaran lebih mendalam mengenai dunia Metaphor: ReFantazio yang tidak sempat dieksplor pada jalan cerita utamanya.
Selain dari porsi intro / prolog yang menurut kami masih terlalu panjang dan butuh kesabaran sampai kamu bisa benar-benar mengapresiasinya, cerita Metaphor: ReFantazio memang sangat menggugah dan dipadu dengan world building solid yang selalu menarik untuk dieksplor lebih dalam. Kami juga merasa tidak ada momen di mana gamenya seketika menjadi lemah, karena seiring jalannya turnamen, suasana kompetisi akan terus memanas dan membawamu dalam petualangan yang semakin menarik untuk diikuti. Tidak ketinggalan juga dari seberapa jauh keterikatan latarnya pada dunia nyata, apalagi bagaimana dalam semesta Metaphor: ReFantazio ada ancaman yang datang dari monster mengerikan dengan julukan “human” alias manusia yang tentu membuatmu penasaran mengenai asal-usulnya.
Daya Tarik Besar di Sensasi Berpetualang
Berbicara soal petualangan, bisa dibilang ini adalah salah satu nilai jual terkuat dari Metaphor: ReFantazio sekaligus apa yang membuat gamenya begitu spesial bagi kami. Berbeda dari sekian banyak game yang pernah kami mainkan, cukup luar biasa rasanya bagaimana Metaphor: ReFantazio sukses memberi sensasi petualangan paling imersif bahkan dibanding game kelas open-world sekali pun. Ilusi ini berhasil diciptakan pada fakta kalau progress di gamenya akan membawamu mengitari kerajaan Euchronia dalam sebuah tur untuk mengikuti berbagai ujian utama turnamen. Dalam perjalanan ini kamu dan para kru dibekali dengan Gauntlet Runner, sebuah kendaraan berjalan raksasa yang bisa melintasi berbagai medan sekaligus berperan sebagai base utamamu.
Dalam Gauntlet Runner sendiri kamu bisa melakukan berbagai aktivitas yang sangat berguna untuk meningkatkan Royal Virtues, sebuah stats khusus yang bisa dibilang mirip dengan sistem social stats dalam seri Persona, tapi bedanya di sini setiap poin yang ada adalah kualifikasi khusus bagi seseorang untuk menjadi raja. Setiap kali kamu melakukan aktivitas seperti ini, maka waktu akan bergulir dari pagi hari ke malam atau berubah ke keesokan harinya. Jadi di sisi lain juga seperti yang mungkin sudah banyak dari kamu ketahui, gamenya memang ikut mengusung sistem Calendar di mana kamu akan menghabiskan waktu dari hari ke hari secara bebas.
Selain itu masih ada berbagai hal lain yang bisa kamu lakukan di Gauntlet Runner seperti memasak, melakukan aktivitas demi meningkatkan statistik kekuatan karakter, hingga meneruskan progress cerita Follower yang terkadang juga membutuhkan Royal Virtues spesifik di tingkatan lebih tinggi sebelum bisa meneruskan progressnya lebih jauh. Karenanya aspek time management di game ini memang cukup penting, dan bahkan terasa lebih kuat lagi karena kamu bisa menghabiskan waktu minimal satu hingga beberapa hari untuk menempuh perjalanan dari satu lokasi ke yang lain. Sepanjang perjalanan inilah kamu hanya bisa menghabiskan waktu dalam Gauntlet Runner dan entah kenapa kami merasa adanya sensasi yang begitu imersif di sepanjang perjalanannya.
Baik itu sekedar melihat pemandangan alam luar selama perjalanan sembari mengobrol dengan rekan-rekanmu, hingga singgah di suatu perkemahan sebelum kembali meneruskan perjalanan panjang, ini adalah sebuah pengalaman yang tidak terbayangkan bisa disajikan dengan sangat baik dalam game yang bahkan tidak dikemas sebagai open-world. Ada kesan rewarding juga saat berhasil mencapai suatu lokasi yang ingin dituju, karena selain dari perjalanan yang bisa cukup memakan waktu, terkadang ada pemberhentian tidak terduga baik itu lewat semacam pertarungan boss atau yang lebih santai seperi melihat fenomena / pemandangan alam unik di beberapa tempat untuk kemudian diabadikan dalam bentuk lukisan.
Petualangan menyusuri kerajaan Euchronia pastinya akan membawamu ke berbagai wilayah dan kota besar untuk dieksplor. Setiap wilayah besar inilah yang jadi latar utama untuk setiap arc cerita, dengan adanya dungeon utama yang perlu kamu selesaikan sebelum menyentuh deadline karena bisa berujung pada Game Over. Ada jauh lebih banyak hal yang bisa kamu lakukan di masing-masing kota besar ini dibanding Gauntlet Runner, contohnya seperti bagaimana adanya spot khusus di mana kamu bisa memberi pidato ke para penduduk dan aktivitas lain untuk meningkatkan Royal Virtues, stok item dan equipment dari fasilitas dan toko yang ikut memberi opsi Appraisal untuk mengeluarkan potensi utama dari loot khususmu, hingga mengambil misi bounty dan side quest lain yang akan membawamu ke berbagai dungeon opsional di luar kota.
Jadi terlepas apakah kamu sudah menyelesaikan misi utama dari tiap arc bahkan meski jauh dari batas deadline, gamenya selalu menyediakan banyak kegiatan lain yang bisa kamu lakukan, terutama dari menyelesaikan dungeon opsional yang selalu berujung rewarding. Ini tidak hanya demi menyelesaikan misi sampingan saja, tapi juga saat kamu ingin memperkuat karakter, menikmati lebih banyak porsi combat serta tantangan melawan boss, hingga berburu harta berharga. Kabar baiknya lagi, kamu bisa selalu mengunjungi dungeon yang sudah sempat diselesaikan atau mungkin belum dieksplor karena keterbatasan waktu.
Sistem Combat Terbaik Atlus Sejauh Ini
Tapi dari semua aspek pembangun yang ada di Metaphor: ReFantazio, sistem combatnya sendiri jadi yang paling berbeda dari impresi awal kami, karena apa yang ditawarkannya di sini mungkin bisa kami akui sebagai sistem combat terbaik dari Atlus. Komponen utama yang membuatnya begitu spesial ada di sistem Archetype yang bisa dikaitkan dengan Demon atau Persona, tapi bedanya di sini adalah bagaimana Archetype adalah manifestasi kekuatan dari pahlawan kuno yang kembali hidup setelah para karakter utama berhasil menghadapi rasa takut atau keraguan mereka. Tema tersebut berhasil tercerminkan pada fakta kalau setiap karakter utama bisa menggunakan semua Archetype di gamenya, seolah mereka tidak lagi punya keraguan dalam dirinya untuk mengemban berbagai kekuatan baru.
Meski tidak memiliki kuantitas sebanyak Demon atau Persona serta desain yang terkesan memiliki motif monoton, apa yang membuat Archetype begitu spesial ada di kegunaannya sebagai pengganti sistem Job dalam sebuah RPG. Total ada lebih dari 40 Arhectype di gamenya dan masing-masing memiliki spesialisasi, gaya bertarung dengan senjata berbeda, dan ragam skill uniknya sendiri. Karena setiap karakter dapat menggunakan semua Archetype yang ada, ini tentu membuka sebuah ruang eksperimen tanpa batas, sehingga membuat combat di gamenya tidak pernah membosankan dan selalu membawa sesuatu yang fresh sesuai imajinasi atau strategimu. Gamenya ikut menyediakan fasilitas khusus bernama Akademia di mana kamu bisa mengeksplor potensi Archetype secara lebih dalam.
Lalu bagaimana sistem combat yang ditawarkan gamenya sendiri? Metaphor: ReFantazio membawa kombinasi yang cukup unik antara real-time action dengan turn-based klasik. Bukan yang pertama kali dalam genrenya memang, tapi ada kesan praktikal lebih untuk membuat pengalaman bermain terasa lebih nyaman saat berada dalam mode action, sembari di saat bersamaan tetap menyuguhkan gameplay turn-based dengan sensasi khasnya sendiri. Hanya saja porsi combat action di gamenya sangat standar di mana kamu hanya bisa melakukan lock-on ke satu musuh sembari melancarkan beberapa serangan untuk mengurangi gauge mereka, yang kemudian bisa memberi bonus berupa efek stun dan damage sebelum bertransisi ke mode turn-based dengan menekan tombol “Squad”.
Saat memasuki mode turn-based, sekilas mungkin tidak ada yang begitu berbeda, tapi tidak akan lama sampai kamu mendapati kalau apa yang disuguhkan Metaphor terasa lebih kompleks. Gamenya sendiri mengusung sistem Press Turn di mana kamu mendapat jatah giliran yang bisa terus ditambah selama berhasil melancarkan serangan sesuai kelemahan musuh atau berhasil memicu Critical, tapi tentunya dengan adanya batasan maksimal. Jika serangan berujung Miss baik itu dari party atau musuh, maka giliran akan dialihkan terlepas dari sisa Turn Icon. Apa yang membuat sistem ini terutama menantang dalam Metaphor: ReFantazio adalah bagaimana kamu bisa mengonsumsi lebih banyak Turn Icon untuk mengekskusi skill level tinggi yang bisa diakses lewat Synthesis.
Jadinya Synthesis adalah skill khusus yang merupakan hasil kombinasi dari kekuatan dua atau lebih Archetype berbeda dari masing-masing party member, dan bergantung pada formasi Archetype yang tengah kamu gunakan, maka akses skill yang tersedia juga akan beragam. Beberapa di antaranya mungkin terkesan standar dan tidak memberi efek terlalu OP, contohnya di porsi awal game seperti skill support seperti Matarukaja (meningkatkan Attack party) termasuk dalam skill Synthesis yang mengonsumsi sampai 2 Turn Icon di game ini, tapi dengan bayaran MP lebih rendah. Ini belum menyentuh skill dengan kelas lebih tinggi yang bisa mengonsumsi sampai 3 Turn Icon, jadi kamu memang harus benar-benar sangat selektif dalam menggunakan setiap jatah giliran yang ada.
Selain itu ada akses ke skill standar dari masing-masing Archetype yang sudah lumayan memadai dan justru lebih fleksibel, karena kamu bisa menambahkan skill khusus dari Archetype berbeda lewat fitur Skill Inheritance. Jadi semisal kamu membangun party yang hanya berfokus pada DPS tanpa adanya Support, maka kamu tetap bisa menutupi kekurangannya dengan mengisi slot skill tambahan dengan skill dari Archetype yang sudah dipelajari masing-masing karakter. Ini tidak hanya terbatas pada skill Support saja, tapi juga serangan sihir dari berbagai elemen termasuk untuk memicu status efek yang mungkin akan kamu perlukan di momen-momen tidak terduga, karena gamenya sendiri tidak memungkinkanmu untuk mengganti Archetype di tengah combat, sehingga perlu ada preparasi lebih sebelum akan menghadapi suatu dungeon.
Mungkin sebagian pemain akan melihatnya sebagai semacam kekurangan, tapi kami justru lumayan suka dengan pendekatan ini, karena kamu jadi bisa lebih berfokus menikmati combat sesuai dengan formasi yang sudah dimantapkan tanpa harus pusing-pusing lagi untuk memikirkan strategi baru. Preparasi ini juga akan melibatkanmu dalam upaya untuk membeli informasi dari para informan di tiap kota, karena dari sinilah kamu bisa mendapat bocoran akan kelemahan dari monster serta boss yang mendiami suatu dungeon, cara yang lebih tradisonal layaknya sebuah game petualangan fantasi memang daripada hanya sekedar membaca kelemahan musuh dengan praktisnya dalam combat lewat skill dari karakter Navi-mu.
Tapi bukankah ini membuat Gallica yang merupakan karakter Navi utama di game ini jadi kurang berguna? Jawabannya tentu tidak, karena selain dari perannya yang memang esensial dalam cerita, pada sebagian porsi gamenya dia terutama berguna saat berada dalam sesi eksplorasi dengan memanfaatkan skill Fae Sight. Skill ini memungkinkanmu untuk melihat informasi lebih jelas dari area sekitar, termasuk musuh yang harus dilawan serta seberapa kuat level kekuatannya. Memilah mana musuh yang harus dilawan secara frontal tentu penting, karena jika kamu teledor dan berujung terkena ambush, maka ini bisa berujung fatal karena efek ambush dalam Metaphor cenderung lebih brutal dari kebanyakan RPG sejenis.
Untungnya demi meminimalisir skenario yang tidak diinginkan, Metaphor: ReFantazio telah mengimplementasikan fitur Retry di mana kamu bisa kembali mengulang encounter combat dari awal. Sebuah fitur QoL yang memang sangat berguna, karena kamu jadi tidak perlu pusing untuk terus mengulang Save Data sebelumnya untuk kembali melawan musuh yang sulit dilawan, belum lagi kamu bisa memanfaatkan encounter pertama sebagai test run untuk melihat pola serangan musuh sembari menemukan kelemahannya, sebelum akhirnya memanfaatkan Retry untuk percobaan yang lebih mulus dari awal apalagi karena setiap kelemahan musuh yang berhasil ditemukan akan tetap tersimpan meski kamu memicu Retry.
Elemen strategi dalam game ini semakin diperkaya dengan adanya sistem formasi, di mana kamu bisa bebas menentukan posisi tiap karakter party untuk berada di depan maupun belakang tanpa perlu mengonsumsi giliran untuk eksekusinya. Karakter party di depan bisa melancarkan damage maksimal tapi dengan pertahan lebih rendah, sedangkan karakter yang berada di belakang punya serangan lemah tapi dengan pertahanan lebih tinggi. Selain itu terkadang ada skill yang mengharuskanmu untuk menempatkan party member dalam posisi khusus, baik itu seperti skill healing yang hanya bisa memulihkan karakter dalam satu baris atau serangan tembak dari jarak jauh yang hanya bisa dipicu dengan menempatkan karakter pada baris belakang.
Semua ini berkontribusi pada sistem combat yang begitu kaya dengan strategi dan penuh ruang untuk bereksperimen, tapi di saat bersamaan tetap menantang tanpa harus membuat pemain merasa frustasi karena adanya beberapa skenario yang mungkin lebih lumrah ditemukan di kebanyakan game RPG lain. Tapi tentunya ada kontras yang terasa jelas dari dua style combatnya, yang mana Metaphor: ReFantazio masihlah game dengan fokus murni pada turn-based, sementara sisi actionnya seperti yang sudah kami katakan lebih dibuat sebagai sesuatu yang praktikal daripada menyuguhkan sensasi bermain seru.
Presentasi Berkelas hingga Sisi Teknis
Seolah sudah menjadi spesialisasi kuat dari Atlus, mereka masih menaruh fokus besar pada art directionnya. Ini terutama bisa langsung dilihat dari tampilan desain UI yang sangat menawan, di mana Metaphor: ReFantazio mengusung style ala lukisan klasik dengan beberapa unsur abstrak. Mereka bahkan juga ikut meleburnya pada latar dunia di game ini, yang mana kamu bisa melihat pemandangan seperti langit, awan, dan lokasi dari kejauhan yang terlihat dipresentasikan layaknya lukisan hidup. Style ini semakin terasa unik dengan adanya musik-musik yang melebur alunan doa pendeta Buddha dan entah bagaimana tetap terasa cocok.
Tampilan UI-nya sendiri mungkin bisa terkesan sibuk atau sulit dibaca, tapi setelah memainkan gamenya langsung kami bisa cepat terbiasa dan justru selalu dibuat takjub dengan presentasinya yang sangat unik. Meski begitu, upaya Metaphor: ReFantazio dalam melebur style ini tidak selalu tepat sasaran, dan ini apalagi karena gamenya masih menggunakan basis engine lama dibanding game-game terbaru Atlus yang sudah beralih ke Unreal Engine. Ini berujung pada kualitas grafis yang meski terlihat menawan di beberapa tempat, tapi juga terkesan kuno terutama pada model 3D karakternya hingga efek grafis yang terlalu tajam kecuali saat dimainkan dalam 200% Rendering Scale.
Kami sendiri memainkan gamenya di PC dan performanya bisa dibilang kurang begitu optimal. Pada akhirnya kami berhasil menemukan solusi / workaround khusus yang membuat performa jadi lebih mulus, tapi tetap saja ini membutuhkan ekstra step yang tidak disediakan gamenya, jadi semoga saja ini tidak sampai dialami oleh para pemain lain atau ada upaya sigap dari pihak developer dalam mengoptimalisasinya.
Pembeda Lain dari Shin Megami Tensei dan Persona
Rasanya penting bagi kami untuk ikut menyelipkan poin yang satu ini, karena pasti ada rasa penasaran mengenai apa yang membedakan gamenya dari Shin Megami Tensei dan Persona sebagai calon pilar baru Atlus. Selain dari berbagai hal yang sudah kami bahas dalam review ini, perbedaan yang mencolok tentu ada di pendekatan latar utama dan cerita. Jika Shin Megami Tensei cenderung melibatkan konflik akhir dunia dengan keterlibatan makhluk-makhluk seperti malaikan dan iblis, serta bagaimana Persona berkutat pada kehidupan anak sekolah menengah yang terseret dalam semacam petualangan supernatural, maka Metaphor: ReFantazio lebih dikemas sebagai game fantasi murni yang mengusung tema berat sembari ikut menggabungkan banyak elemen dunia nyata.
Kami juga ingin kembali membahas soal sistem Follower yang lumayan mirip Social Link di Persona. Jumlah karakter yang bisa diajak berteman tidak sebanyak di Persona ditambah dengan Rank yang terbatas pada 8 dan bukannya 10. Meski begitu, setiap cerita sampingan dari karakter Follower berhasil ditangani dengan baik dan tidak ada satu pun yang berujung lemah bagi kami. Kelebihan utama ada di beragam benefit yang bisa kamu dapat setiap kali berhasil mencapai Rank selanjutnya, karena kamu bisa mendapat akses ke Archetype baru, menambah slot Skill Inheritance yang sangat berguna, dan masih banyak lagi yang sangat esensial dalam mendukung petualanganmu. Jadi membangun koneksi dengan karater-karakter ini bahkan terkesan wajib dibanding dibanding Persona yang kebanyakan lebih bersifat opsional.
Kamu juga tidak diminta grinding untuk meningkatkan rank Follower, karena setiap kali kamu menghabiskan waktu untuk berinteraksi dengan karakter, maka rank mereka pasti akan selalu naik. Ini tentu adalah perubahan yang sangat positif bagi kami karena menghabiskan waktu hanya untuk bisa lebih dekat dengan karakter sebelum ranknya naik hanya berujung terkesan membuang-buang waktu, sesuatu yang Metaphor: ReFantazio berhasil hilangkan berkat sistem Calendar yang juga lebih dioptimalkan. Interaksi antar karakter pun juga terasa semakin hidup karena fakta kalau protagonismu bisa berbicara. Dia memang lebih cenderung melakukannya saat kamu memilih suatu opsi dialog, jadi masih ada kesan protagonis bisu yang dipertahankan, tapi kami justru sangat suka dengan perubahan baru ini yang bahkan kami tidak keberatan jika bisa ikut diadaptasi di Shin Megami Tensei atau Persona.
Tapi yang menurut kami ikut jadi perbedaan paling esensial ada di tingkat kesulitan. Shin Megami Tensei masih kami akui adalah yang paling hardcore dari ketiganya, sementara Persona lebih ringan dan menaruh fokus pada sistem combat serba stylish. Ini kemudian menyisakan Metaphor: ReFantazio yang menurut kami pas untuk berada di tengah, karena gamenya meski di tingkat kesulitan Normal saja sudah terasa lebih menantang dibanding mode Hard dalam Persona. Tapi lebih dari semua itu, sistem combat dalam gamenya sendiri menurut kami lebih kaya akan strategi dan eksperimen dibanding kedua franchise pendahulu tersebut.
Kesimpulan
Penantian panjang akan Metaphor: ReFantazio berujung pada sebuah game yang berbeda dari bayangan kami saat pengumuman awalnya sebagai PROJECT Re FANTASY, tapi hasil akhirnya ini tetap keluar sebagai karya khas dengan brand Atlus dalam upayanya menciptakan sesuatu yang unik dan tidak pasaran. Meski memang ada persamaan kuat yang dibawa dari dua franchise besar Atlus lainnya, ada jauh lebih banyak ciri khas dan nilai jual kuatnya sendiri yang membuat Metaphor: ReFantazio begitu spesial.
Sebagai debut IP original Studio Zero yang kembali menyajikan kualitas konsisten layaknya karya-karya Katsura Hashino terdahulu, ini adalah pijakan pertama yang solid semisal mereka ingin mengeksplornya lebih jauh lagi. Kami sendiri memang masih cukup menyayangkan sisi presentasi yang sudah terkesan cukup ketinggalan zaman ditambah dengan permasalahan teknis untuk versi PC, tapi selebihnya Metaphor: ReFantazio adalah sebuah RPG fantastis yang cukup langka di pasaran, apalagi yang bisa sampai memberi sensasi petualangan paling imersif.
Pastikan untuk mengikuti perkembangan berita game lainnya di Gamerwk.
@gamerwk_id
The Review
Metaphor: ReFantazio
PROS
- Cerita menggugah yang selalu menarik untuk diikuti
- Karakter utama dan pendukung yang memorable
- Desain UI dan art direction yang begitu keren
- Sistem combat terbaik Atlus sejauh ini
- Seleksi musik kualitas tinggi dengan gabungan style unik
- Sensasi petualangan yang luar biasa imersif
CONS
- Grafis terkesan jadul di beberapa tempat terutama pada model karakter
- Versi PC kurang optimal dan butuh workaround untuk mendapat performa lebih
Discussion about this post