Nama Suda51 (Goichi Suda) dan Grasshopper Manufacture mungkin lebih dikenal luas lewat franchise No More Heroes, tapi nyatanya mereka punya library game action-adventure lain yang tidak kalah keren. Salah satu yang kebetulan telah kembali bangkit adalah Shadows of the Damned: Hella Remastered, dan bagaimana perilisan gamenya telah ikut melibatkan NetEase sebagai publisher utama yang memang sudah mengakuisisi developernya dari GungHo Online Entertainment.
Berdasar pada rilis original Shadows of the Damned dari 2011 lalu, apa yang membuat gamenya begitu menarik adalah keterlibatan Shinji Mikami (kreator Resident Evil) sebagai salah satu otak utama. Ini menjadikan gamenya sebagai kolaborasi kedua antara Suda dan Mikami yang sebelumnya sempat terlibat dalam Killer7, tapi kali ini ada pendekatan style ala game survival horror yang membawa pendekatan cerita lebih santai.
Gamenya sendiri mengikuti cerita seorang pemburu iblis asal Meksiko bernama Garcia Hotspur dalam petualangan berbahaya ke City of the Damned, semua demi bisa menyelamatkan sang pacar yang diculik oleh Lord of Demons. Dengan premis cerita sederhana dan gameplay action-adventure klasik yang dipertahankan, apakah gamenya terbukti masih seru apalagi untuk direkomendasikan ke para pendatang baru? Langsung saja simak bahasannya pada review berikut.
Upgrade Visual yang Pas
Kami bisa langsung melihat kalau peningkatan visualnya jadi kekuatan utama dari versi remaster ini. Meskipun kami tidak sempat memainkan seri originalnya dulu, upgradenya cukup membuat game ini lebih cocok untuk dinikmati para gamer di era sekarang. Gameplay dengan dukungan resolusi 4K ditambah 60fps sudah terasa sangat cukup untuk memberi pengalaman bermain maksimal. Salah satu perombakan terbaik ada di model karakternya, karena dengan resolusi yang lebih tinggi, kamu bisa melihat lebih banyak detail dari model musuh yang penuh tekstur, wajah karakter utama Garcia Hotspur terlihat jauh lebih baik dari versi lama, belum lagi Paula juga terlihat lebih seksi.
Kami juga ingin memberi highlight lain pada Johnson, rekan Garcia dalam wujud iblis kecil dengan kepala tengkorak yang menyala. Ada sentuhan efek pencahayaan pada model karakternya yang telah mendapat peningkatan besar, tidak hanya dalam cutscene cerita tetapi juga saat mengeksplor area gelap, di mana pencahayaan yang lebih baik menambahkan kedalaman lebih pada detail karakter hingga atmosfer sekitar, sehingga kamu bisa merasakan suasana yang benar-benar terasa seperti di neraka.
Salah satu aspek terfavorit kami adalah desain musuh garapan Q Hayashida sensei yang cukup dikenal sebagai artist manga Dorohedoro. Dengan adanya peningkatan dari penyanyi opera cantik Justine hingga sang penguasa iblis Fleming, kamu bisa mendapat kesan berbeda antara menyeramkan dan menawan, dan aspek-aspek inilah yang membuat gamenya terasa lebih menarik untuk sebuah action-adventure dengan tema supernatural.
Performa Mulus
Seperti yang kami sebut tadi, gamenya berjalan cukup konsisten di 60fps, bahkan selama adegan penuh aksi dan penuh efek visual sekalipun kami tidak sampai merasakan adanya penurunan frame rate. Hanya saja karena masih termasuk game lawas, ada saat-saat ketika model karakter memperlihatkan beberapa gerakan yang aneh atau kurang natural, dan ini sepertinya jadi masalah yang belum sepenuhnya diperbaiki dari versi terdahulu. Tapi selebihnya kami sendiri sangat menikmati sensasi bermain yang begitu mulus dari versi remasternya.
Gameplay Klasik yang Bisa Terasa 50/50
Karena game origunalnya dirilis di PS3 dan Xbox 360, skema gameplay memang lebih didesain untuk kontroler. Kami juga mencoba menggunakan mouse dan keyboard selama bermain, tapi keduanya malah tidak terasa cocok untuk game ini. Pertama karena tidak adanya kursor mouse, sehingga sulit untuk menentukan ke mana kamu harus membidik. Selain itu beberapa mini-game lebih mudah dimainkan dengan kontroler. Untuk itu kami hanya bisa berharap agar pihak developer bisa membuat opsi mouse dan keyboard yang lebih ramah bagi para pemain di masa depan.
Bahkan dengan berbagai peningkatan visual yang dibawa, game ini sebagian besar tetap tidak berubah dari seri original, karena gameplay yang dibawa masih sama persis. Petualangan menuju neraka ini terasa menyenangkan dan penuh humor, karena bagi yang belum tahu Shadows of the Damned adalah game dewasa yang berisi banyak konten berbary kekerasan, darah, dan seksual. Untungnya dalam versi remaster semua elemen ini masih dipertahankan, sesuatu yang mungkin sudah jarang dilihat dari kebanyakan remaster game lain.
Porsi puzzle juga tidak berbeda jauh, yang mana gamenya sedikit mirip dengan Resident Evil 4 atau Onimusha 3. Misalnya saja dengan level yang penuh lampu gantung, ini membawa kembali nuansa ala game lama dan tidak ada yang istimewa untuk dipecahkan, karena kamu hanya perlu mengayunkan lampu gantung untuk mengenai kristal. Tidak ada petunjuk spesifik pada level ini bagi pemain modern yang mungkin harus berpikir lebih keras untuk bisa menikmati puzzle yang tiba-tiba muncul dalam game action, tapi hal semacam ini memang sudah sangat awam di game klasik dulu.
Senjata utama dalam game ini mencakup Boner, Skullcussioner, dan Teether yang pada dasarnya adalah pistol, senapan, dan senapan mesin ringan (SMG). Skullcussioner hanya kami gunakan untuk membersihkan musuh dengan lebih cepat, dua senjata lainnya adalah yang paling kami andalkan. Dalam game ini kita memiliki skill khusus yaitu Lightshot yang bisa digunakan untuk memukau dan memurnikan musuh, tetapi setelah kamu mendapatkan upgrade menjadi Hotboner untuk membuat bom tempel pada musuh setelah kamu menembak, bom tersebut bisa memicu ledakan dengan AoE damage besar.
Senjata lainnya adalah Teether yang sangat efektif karena sebagian besar bos memiliki titik lemah untuk dikenai senjata ini. Setelah bos terkena stun, kami bisa memfokuskan semua serangan senjata pada titik lemah tersebut untuk memberikan damage maksimal. Semua pertarungan bos terasa sangat seru, karena tidak hanya karena tidak hanya didukung oleh aksi Garcia yang begitu percaya diri, tetapi mekanisme gameplay yang dibawa juga didesain dengan baik. Jadi para pemain harus menyusun strategi untuk mengalahkan setiap bos, mencari cara untuk melumpuhkan dan kemudian mengekspos titik lemah mereka. Ini membutuhkan pendekatan gameplay yang lebih strategis, bahkan meski kamu sudah dibekali dengan persenjataan kuat.
Kesimpulan
Shadows of the Damned: Hella Remastered bukanlah game yang bisa dibilang memenuhi standar kualitas di era sekarang, tapi game ini tetaplah hidden gem yang seru untuk dicoba. Ini seperti sebuah game lawas yang kembali bangkit dengan beragam perombakan penting agar bisa dimainkan oleh lebih banyak pendatang baru, tapi di saat bersamaan tetap menjaga banyak elemen klasik termasuk dari cerita penuh humor di neraka. Jika kamu sempat menikmati game lama Suda51 seperti Lollipop Chainsaw dan kemudian terjun ke game ini, maka kamu mungkin akan mendapat kepuasan bermain yang kurang lebih sama.
Tentu ada kelebihan dan kekurangan yang perlu diperhatikan, karena meski gamenya punya mekanisme gameplay seru yang mudah dipahami, beberapa pemain modern mungkin merasa ada yang kurang, karena mereka yang lebih menyukai gameplay dengan tempo lebih cepat dan penuh kejutan mungkin akan merasa cepat bosan. Tapi di sisi lain jika kamu menyukai style gameplay klasik seperti ini, maka kamu pasti akan bisa mengapresiasinya apalagi dengan beragam perombakan yang dibawa versi remasternya.
Tertarik dengan gamenya? Shadows of the Damned: Hella Remastered kini sudah tersedia untuk PlayStation 4, PlayStation 5, Xbox One, Xbox Series, Nintendo Switch, dan PC. Kamu bisa cek detail lengkap termasuk akses pembelian gamenya lewat website resmi mereka DI SINI.
Pastikan untuk mengikuti perkembangan berita game lainnya di Gamerwk.
@gamerwk_id
The Review
Shadows of the Damned: Hella Remastered
PROS
- Humor klasik yang masih menghibur
- Upgrade visual yang pas
- Masih mempertahankan banyak elemen klasiknya
- Performa mulus dan sangat minim bug
CONS
- Kurang disempurnakan untuk skema kontrol Mouse dan Keyboard
- Pergerakan / kontrol karakter yang kurang natural
- Beberapa elemen gameplay yang terasa cukup usang
Discussion about this post