Melihat bagaimana perkembangan Industri game di Indonesia semakin mengarah ke era yang jauh lebih maju, memiliki rasa bangga akan pencapaian tersebut adalah respon yang sangat normal. Jika beberapa tahun lalu jumlah game indie berkualitas besutan developer lokal bisa dihitung dengan jari, kini kita sudah bisa melihat segudang judul baru yang memiliki potensi untuk menjadi karya luar biasa. Salah satu game yang kami rasa memiliki peluang terbesar untuk mencapainya adalah A Space for the Unbound.
Game indie besutan Mojiken Studio ini bisa dibilang adalah yang paling diantisipasi rilisnya di 2021. Selain berkat track record developer yang konsisten dalam meracik game berkualitas, secara visual hingga konsep A Space for the Unbound memang terlihat sangat menarik, khususnya dari fokus tema cerita supernatural yang mengambil setting Indonesia di era 90-an. Pendekatan art style pixel yang ditawarkannya juga terlihat sangat menawan dan menciptakan atmosfer game yang begitu nyaman saat dipandang.
Bermodalkan impresi awal yang menjanjikan tersebut, rasa penasaran akhirnya ikut naik dan mendorong kami untuk melakukan sesi wawancara dengan Mojiken Studio. Dalam wawancara yang kami ajukan via Email ini pihak developer telah memberikan banyak detail menarik, beberapa diantaranya mengenai inspirasi hingga konsep gameplay unik yang berusaha dibangun dalam A Space for the Unbound.
GamerWK: Mulai dari pertanyaan yang paling membosankan, bagaimana proses awal yang harus dilalui sampai bisa menemukan konsep yang pas untuk A Space for the Unbound?
Mojiken: Cikal bakal A Space for the Unbound (ASFTU) terlahir dari program internal Mojiken yang bernama “MojikenCamp” di tahun 2015. Saat itu anggota kami yang mayoritas berlatar belakang sebagai 2D artist memutuskan untuk melakukan MojikenCamp dengan tujuan untuk melatih masing-masing dari anggota kami agar bisa membuat game dari 0 (nol) hingga akhirnya rilis di pasaran secara digital. Kami yang tidak memiliki latar belakang programming pada akhirnya menggunakan pendekatan artistik dalam proyek-proyek yang kami hasilkan dalam MojikenCamp ini. Hasil proyek-proyek tersebut berupa prototype-prototype game kecil yang kami rilis secara gratis di itch.io. Salah satu dari prototype tersebut adalah “A Space for the Unbound: The Bridge” yang bisa diunduh DI SINI.
Dari prototype eksperimental tersebut ternyata menarik perhatian salah satu Publisher, sehingga kami akhirnya mengembangkan konsep ide cerita dari prototype tersebut menjadi skala yang lebih besar seperti sekarang. Dalam perjalanannya, kami sempat mengalami beberapa kali iterasi baik secara mekanik gameplay dan juga design narrative-nya hingga akhirnya menemukan formula yang pas seperti sekarang.
GamerWK: Sebagai game yang menaruh fokus ke cerita dan eksplorasi, game ini cukup mengingatkan kami pada judul seperti 13 Sentinels: Aegis Rim, apakah mungkin ada inspirasi yang diambil darinya atau mungkin karya lain?
Mojiken: Pada saat kami mulai mengembangkan game ini, 13 Sentinels: Aegis Rim saat itu belum rilis. Kami terinspirasi oleh beberapa game naratif lain seperti To The Moon, Night In the Woods, Oxenfree, Persona series, hingga Yakuza series.
GamerWK: Kita tahu kalau gamenya mengambil setting di Indonesia pada era 90-an, tapi apakah sempat ada ide untuk mengambil setting di masa lalu yang lebih jauh atau Indonesia di era modern saat ini?
Mojiken: Dari awal pengembangan kami memang telah menentukan Indonesia era 90-an akhir sebagai setting ASFTU. Hal ini karena mayoritas dari kami besar di era tersebut dan memang kami bertujuan untuk mendokumentasikan lingkungan kota di sekitar kami seiring kami tumbuh dewasa bersamanya.
GamerWK: Apa yang dirasa menjadi keunikan utama dari A Space for the Unbound dibanding game sejenis? Apakah ada mekanisme gameplay yang membuatnya terasa berbeda/spesial?
Mojiken: Mekanik utama ASFTU adalah mekanik “Spacedive”, yaitu ketika karakter utama dapat masuk ke dalam alam pikiran orang lain dan menyelesaikan berbagai puzzle/challenge yanng merupakan representasi dari kondisi mental orang yang bersangkutan. Sebetulnya mekanik serupa dapat dijumpai di beberapa game lain seperti To the Moon maupun Persona. Akan tetapi yang membuat ASFTU unik, lebih pada tematik ceritanya yang mengangkat berbagai macam isu kesehatan mental khususnya di Indonesia dan negara-negara di Asia Tenggara, yang selama ini kurang terepresentasikan dengan baik di media-media kultur populer.
GamerWK: Mengingat proses pengembangan gamenya sudah memakan waktu yang cukup lama, apa yang dirasa menjadi tantangan terbesar?
Mojiken: Tantangan terbesar di ASFTU ada di Game Design Narrative-nya. Karena kami ingin dapat menyampaikan suatu cerita yang menarik melalui mekanik-mekanik yang kami gunakan di dalam game. Kadang saat playtest, kami menemukan ada beberapa pesan yang kurang dapat tersampaikan dengan baik melalui mekanik-mekanik tertentu, sehingga perlu iterasi yang cukup panjang hingga akhirnya kami dapat menemukan formula yang pas dalam hal penyampaian cerita danfun factor dari mekanik game-nya.
GamerWK: Pendekatan art style pixel yang menawan mungkin adalah faktor utama yang langsung membuat kami terpanag dengan gamenya, yang kemungkinan juga dirasakan oleh banyak orang. Untuk bisa meracik art style yang menawan seperti ini bagaimana proses yang harus dilalui pihak tim sampai menemukan komposisi yang dirasa pas?
Mojiken: Kebetulan kami memang penggemar art style pixel art karena memiliki nilai nostalgia yang tinggi, sehingga pemilihan art style ini tidak membutuhkan proses yang berbelit. Selain karena alasan diatas, secara teknis, dengan menggunakan art style ini kami lebih mudah dalam mendelegasikan pengerjaan asset game ASFTU ke beberapa anggota kru kami.
GamerWK: Apakah alur dalam game ini berjalan secara linear, ataukah ada porsi dimana pemain dapat diberi kebebasan untuk melakukan eksplorasi atau mengambil rute skenario cerita berbeda?
Mojiken: Alur game ini akan berjalan secara linear dengan fitur ekplorasi terbatas dan beberapa side quest.
GamerWK: Selain Atma dan Raya, apakah ada karakter pendukung lain yang juga memegang peran penting dalam cerita?
Mojiken: Selain Atma, Nirmala, dan Raya akan ada beberapa karakter pendukung lain yang tentunya akan memegang peran penting dalam cerita ASFTU. Masing-masing karakter tersebut akan kami jelaskan di kemudian hari saat mendekati rilis ASFTU.
GamerWK: Apa feedback terbanyak yang diberikan oleh para pemain yang sudah menjajal versi demonya?
Mojiken: Sejauh ini feedback yang kami terima sangat positif. Selain dari sisi Art dan Audio, beberapa player juga cukup tertarik dengan cerita yang kami sajikan dalam DEMO, dan tentunya fitur yang paling penting yaitu mengelus kucing!
GamerWK: Apakah ada pesan untuk para pembaca GamerWK serta para pemain yang menantikan gamenya?
Mojiken: Kami memohon doa dan dukungannya agar pengembangan ASFTU bisa selesai dengan baik hingga akhir dan jangan lupa untuk wishlist gamenya melalui Steam. Untuk yang belum mencoba demo-nya, silahkan mengunduh Prologuenya di halaman berikut.
A Space for the Unbound sendiri rencananya akan dirilis di PlayStation 4, Xbox One, Nintendo Switch dan PC pada tahun 2022 mendatang.
Pastikan untuk mengikuti perkembangan berita game lainnya di Gamerwk.
@gamerwk_id
Discussion about this post