Anime Gachiakuta akhirnya sudah resmi tayang, dan tim kami kebetulan berkesempatan menontonnya melalui penayangan perdana yang diselenggarakan oleh Cos-Mic Asia. Serial adaptasi karya Kei Urana ini diproduksi oleh Studio Bones dan menghadirkan dua episode pembuka yang lumayan intens, lengkap dengan wawancara singkat berdurasi tiga menit bersama sang mangaka Kei Urana dan desainer graffiti Hideyoshi Andou. Dalam wawancara tersebut, mereka sempat membahas tema-tema sosial yang ingin dieksplor serta tantangan dalam menghidupkan dunia Gachiakuta ke bentuk animasi.
Daripada basa-basi lagi, berikut ini kamu bisa simak review kami untuk dua episode pertamanya yang lumayan meninggalkan impresi kuat!
Episode 1 – Sphere
Cerita dimulai di sebuah kota kaya raya di mana kaum miskin dipaksa hidup di kawasan kumuh. Tokoh utama kita, Rudo, tinggal bersama ayah angkatnya, Regto, dan setiap hari berjuang untuk bertahan hidup di tengah kesenjangan sosial yang tajam. Rudo membenci kelas atas karena gaya hidup mereka yang boros, sehingga ia sering mengais sampah demi menemukan barang berguna, meskipun terus diperingatkan orang lain. Sampah-sampah ini akan dibuang ke sebuah lubang raksasa bernama Abyss, tempat di mana bukan hanya sampah, melainkan juga manusia, jadi siapa pun yang dianggap bersalah atau tidak berguna akan ikut dilemparkan ke sana. Bertahun-tahun lalu, ayah kandung Rudo dijebloskan ke Abyss setelah dituduh melakukan pembunuhan.
Setelah mengalami pertemuan aneh, Rudo pulang ke rumah dan mendapati Legto terluka parah hingga akhirnya tewas. Tak lama kemudian, pihak berwenang datang dan menuduh Rudo sebagai pelakunya. Tidak ada yang mau mempercayai Rudo, dan dia pun dijatuhi hukuman dibuang ke Abyss.
Episode 1 ini bergerak dengan tempo cepat, langsung memperkenalkan kita pada dunia Gachiakuta dan menegaskan nada cerita yang kelam. Kesenjangan kelas ditampilkan begitu nyata; kaum elit hidup bergelimang kemewahan sementara rakyat jelata berkubang di kemiskinan. Dalam episode berjudul “Sphere” ini, kita mulai melihat diskriminasi dan ketidakadilan sosial yang mendalam, seakan memberi sindiran tajam pada bagaimana manusia dinilai, dibuang, dan didehumanisasi di dunia tersebut.
Episode 2 – The Inhabited
Episode 2 melanjutkan kisah Rudo setelah ia dibuang ke Abyss. Alih-alih mati, ia terbangun di dunia mimpi buruk yang dipenuhi gunungan sampah busuk dan monster mengerikan yang terbuat dari sampah. Saat nyawanya nyaris melayang, muncul seorang pria misterius bernama Enjin yang menyelamatkannya. Enjin adalah seorang Cleaner, pejuang yang menggunakan senjata khusus bernama Jinki untuk memburu monster sampah tersebut. Demi bertahan hidup dan menuntut balas atas kematian ayah angkatnya, Rudo ditawari kesempatan oleh Enjin untuk bergabung menjadi Cleaner. Inilah langkah pertamanya untuk kembali ke permukaan dan mengungkap kebenaran di balik tragedi yang menimpa Legto.
Episode ini penuh adegan aksi intens. Adegan saat Trash Beasts mengejar Rudo terasa kacau dan menegangkan, namun suasananya benar-benar memuncak saat Enjin muncul dan mengeluarkan Jinki-nya. Seluruh rangkaian pertarungan itu adalah salah satu fight scene terbaik tahun ini menurut saya: stylish, animasi fluid, dan sound design yang menggelegar. Dan ketika Rudo tiba-tiba membangkitkan Jinki miliknya sendiri, momen itu benar-benar gila dan membuat saya semakin antusias menanti perkembangan kekuatannya di episode-episode berikutnya.
Desain suara di kedua episode Gachiakuta patut diacungi jempol. Atmosfer Abyss terasa berat dan menjijikkan berkat audio yang berlapis, mulai dari suara sampah yang hancur diinjak, raungan monster, hingga dentingan senjata Jinki. Setiap tebasan dan hantaman terdengar tajam dan mantap, membuat aksi pertarungan terasa semakin nyata dan brutal. Musik latar pun selalu tepat: saat pertarungan, dentuman industrial bass-heavy membangkitkan adrenalin, sedangkan di adegan sunyi, alunan ambient yang mencekam menambah tensi. Atmosfer audio seperti ini tentu tidak bisa didapatkan hanya dari versi manga-nya, dan justru menjadi poin kekuatan adaptasi anime ini.
Kesimpulan
Hanya dengan dua episode pertamanya, Gachiakuta sudah memberikan kesan yang sangat kuat. Studio Bones berhasil menghidupkan dunia kelam Kei Urana dengan storytelling yang cepat, aksi dinamis, dan desain audio yang mendalam. Meski episode pertama terasa lebih lambat bagi yang menunggu aksi langsung, penekanan pada world-building dan realita keras yang dihadapi Rudo memberi fondasi emosional yang kuat. Begitu Rudo dilempar ke Abyss, anime ini tidak memberi jeda, melainkan terus menampilkan adegan brutal, beban emosional, serta pesan tegas tentang kelas sosial, keadilan, dan perjuangan hidup.
Detail animasi, energi mentah di setiap pertarungan, serta musik latarnya bersatu membangun pengalaman menonton yang intens dan memikat. Dan dengan perjalanan Rudo sebagai Cleaner yang baru saja dimulai, jelas masih banyak misteri dan pertarungan menanti di episode-episode selanjutnya.
Pastikan untuk mengikuti perkembangan berita game lainnya di Gamerwk.
@gamerwk_id
The Review
Gachiakuta (Episode 1 & 2)
PROS
- Cerita menggugah dengan momen emosional yang kuat
- Kualitas art style dan animasi jempolan
- Penggunaan musik yang sangat cocok dengan semua adegan dan momen penting
CONS
- Episode awal yang terlalu lamban, terutama bagi yang ingin langsung menonton adegan aksinya
- Tidak adanya opening dan ending meski sudah dua episode
Discussion about this post