Jurassic World: Rebirth membawa penonton kembali ke dunia dinosaurus lima tahun setelah kejadian di Dominion. Kali ini, dinosaurus hidup di wilayah tropis terpencil, dan misi berbahaya diluncurkan untuk mengambil sampel darah dari tiga makhluk raksasa demi kepentingan medis. Scarlett Johansson memimpin tim ekspedisi yang harus menghadapi alam liar, makhluk purba, dan ancaman yang lebih menakutkan dari sekadar dinosaurus.
Secara visual, film ini tampil memukau—dari hutan lebat, laut dalam, hingga langit penuh badai, semuanya digarap dengan sangat detail. Sayangnya, di balik kemegahan itu, Rebirth punya cerita yang terasa nanggung. Dari drama keluarga yang dipaksakan, dialog yang canggung, sampai keputusan karakter yang nggak masuk akal. Seperti apa sih berbagai kekurangannya? Simak review kami!
Lima Tahun Setelah Dominion, Bahaya Belum Usai
Jurassic World Rebirth membawa penonton kembali ke dunia dinosaurus lima tahun setelah kejadian di Jurassic World Dominion. Tapi kali ini, kondisi dunia sudah berubah. Ekologi bumi terbukti nggak cocok lagi buat para dinosaurus, dan hanya segelintir dari mereka yang bisa bertahan hidup di area tropis yang sangat spesifik—tempat yang menyerupai habitat asli mereka jutaan tahun lalu.
Tapi bukan hanya soal bertahan hidup. Di balik tubuh tiga makhluk purba terbesar di darat, laut, dan udara—Diplodocus, Mosasaurus, dan Quetzalcoatlus—tersimpan rahasia genetika yang bisa jadi kunci untuk obat penyelamat manusia.
Ceritanya langsung tancap gas sejak awal, tanpa basa-basi memperkenalkan siapa tim ekspedisi atau bagaimana mereka berkumpul. Dipimpin oleh karakter Scarlett Johansson, tim elit ini diberi misi penting: menelusuri darat, laut, dan langit untuk mengambil sampel darah dari tiga dinosaurus raksasa tersebut. Alat yang digunakan pun sudah canggih—non-invasif dan tidak menyakiti dinosaurus.
Tapi meski teknologinya maju, tantangannya nggak main-main. Mereka harus masuk ke fasilitas penelitian dinosaurus lama yang tersembunyi di dalam hutan tropis, tempat yang sudah lama ditinggalkan dan menyimpan rahasia gelap dari masa lalu. Ketegangan meningkat ketika mereka menyadari bahwa mereka bukan satu-satunya makhluk yang ada di sana. Sesuatu yang lebih menyeramkan dari dinosaurus biasa mengintai dari bayang-bayang—makhluk baru yang belum pernah muncul di cerita Jurassic manapun.
Visualnya Bikin Melongo
Dari segi tampilan, Jurassic World Rebirth benar-benar memanjakan mata. Dunia yang dibangun terasa hidup dan sinematik, dengan detail visual yang luar biasa di setiap lokasi. Di tengah hutan tropis, cahaya keemasan menembus pepohonan raksasa, menciptakan suasana yang magis sekaligus mencekam. Di bawah laut, suasananya berubah jadi sepi dan dingin, saat Mosasaurus meluncur seperti bayangan kematian di kedalaman.
Quetzalcoatlus pun tampil megah di langit badai, terbang rendah di antara awan tebal. Setiap lingkungan punya ciri khas tersendiri, dan semuanya dirender dengan sangat detail—dari tekstur kulit dinosaurus, embusan napas mereka, hingga cahaya yang bergeser di atas daun atau ombak.
Tapi bintang utamanya tetap para dinosaurus itu sendiri. Detail animasi mereka luar biasa. Diplodocus, misalnya, terlihat sangat hidup sampai ke gerakan otot halus di bawah kulitnya. Matanya pun terlihat cerdas, seperti makhluk yang benar-benar punya perasaan dan insting. Ini bukan sekadar efek visual, tapi seolah makhluk prasejarah ini benar-benar hadir di depan kamera.
Aksi yang Bikin Tegang, Tapi Tidak Konsisten
Bagian aksi dari film ini juga nggak kalah spektakuler. Setiap adegan dirancang sesuai dengan lingkungan tempat kejadian. Ada kejar-kejaran penuh ketegangan di hutan dengan dinosaurus yang mengamuk, dan ada juga aksi di laut dengan kejar-kejaran bawah air yang penuh adrenalin.
Pacing-nya cepat dan tidak banyak jeda, berhasil mencampur rasa survival horror dengan blockbuster. Tapi yang bikin aksi ini terasa seru adalah ketidakpastiannya. Bukan tentang ledakan atau tembakan, tapi tentang strategi, keberuntungan, dan kekuatan alam liar yang nggak bisa dikendalikan.
Bagian di fasilitas laboratorium tua menambah ketegangan. Tim harus bergerak melalui lorong-lorong sempit dan sistem yang sudah rusak, sementara sesuatu yang misterius mengintai mereka di dalam gelap. Setiap adegan punya rasa bahaya yang nyata, ditambah efek suara dan koreografi yang bikin semua terasa intens. Sayangnya, di tengah semua aksi ini, film mulai kehilangan arah.
Cerita Nanggung dan Dialog yang Bikin Cringe
Meski dibuka dengan solid dan penuh aksi, alur cerita mulai melemah begitu tim tiba di pulau. Semua momen tegang tiba-tiba melambat drastis, dan fokus cerita justru bergeser ke subplot keluarga yang terasa dipaksakan.
Misi utama mengumpulkan sampel darah yang harusnya jadi inti cerita malah diselesaikan terlalu cepat dan tidak terasa menantang. Alih-alih memperlihatkan lebih banyak soal interaksi dengan dinosaurus, film malah sibuk membangun konflik emosional antar karakter yang kurang relevan.
Salah satu momen yang terasa sangat janggal adalah saat tim berhasil menemukan sarang Quetzalcoatlus di ketinggian 5.000 kaki. Saat para karakter sedang turun tebing dengan tali—dua orang bahkan sudah tewas—Scarlett Johansson malah melontarkan lelucon ke karakter yang diperankan Jonathan Bailey.
Sekali masih bisa diterima. Tapi ketika ia mengulanginya lagi beberapa detik setelah situasi serius, suasana yang seharusnya tegang malah berubah jadi canggung. Momen-momen seperti ini membuat penonton kehilangan emosi yang seharusnya dibangun, dan keseriusan cerita pun ikut luntur.
Keputusan yang Tidak Masuk Akal
Masalah besar lainnya, dan yang paling bikin bingung, adalah bagaimana tim ekspedisi ini begitu tidak siap menghadapi bahaya. Di awal film, satu karakter bersenjata lengkap langsung mati saat menghadapi dinosaurus—cukup untuk menunjukkan betapa berbahayanya misi ini. Tapi anehnya, tim utama justru masuk ke area penuh dinosaurus tanpa perlindungan sama sekali.
Tidak ada senjata, tidak ada pelindung, bahkan peralatan bertahan hidup yang layak pun tidak dibawa. Ini membuat mereka terlihat ceroboh dan kurang profesional, terutama mengingat mereka adalah ahli dan peneliti berpengalaman di dunia yang sudah tahu betapa mematikannya dinosaurus.
Yang lebih aneh lagi, mereka bahkan tidak berusaha mencari atau memanfaatkan senjata saat sudah berada di pulau. Satu-satunya senjata yang digunakan hanya ditemukan dari mayat karakter lain, atau nanti dari karakter antagonis. Logika ceritanya terasa longgar dan bikin susah untuk percaya bahwa misi sebesar ini dijalankan dengan perencanaan seburuk itu.
Jurassic, Tapi Tanpa Rasa “Jurassic”
Yang mungkin paling mengecewakan dari Rebirth adalah absennya nuansa khas Jurassic Park. Tidak ada momen sunyi yang menegangkan seperti raptor di dapur atau kemunculan T-Rex di tengah malam. Film ini lebih memilih pendekatan aksi cepat ala film petualangan modern, dan kehilangan elemen misteri serta ketegangan perlahan yang dulu jadi ciri khas franchise ini.
Tidak ada rasa “kapan pun bisa terjadi sesuatu” yang bikin penonton tegang sepanjang film. Bagi fans lama, ini terasa seperti kehilangan identitas, menjadikan Rebirth lebih mirip film aksi biasa daripada kelanjutan sejati dari dunia Jurassic.
Kesimpulan
Jurassic World Rebirth punya potensi besar. Visualnya memukau, dinosaurusnya sangat realistis, dan adegan aksinya dibuat dengan penuh kreativitas. Tapi semua itu tidak cukup untuk menutupi kelemahan ceritanya.
Pacing yang tidak konsisten, pengembangan karakter yang dangkal, humor yang tidak pada tempatnya, dan keputusan logis yang mengganggu, membuat film ini terasa kurang menggigit. Momen-momen emosional gagal menyentuh karena tidak dibangun dengan baik, dan misi utamanya terasa setengah hati.
Film ini tetap bisa dinikmati sebagai tontonan popcorn—ringan, penuh visual keren, dan cocok buat nonton santai. Tapi kalau berharap menemukan kembali sensasi dan atmosfer seperti film Jurassic Park yang pertama, Rebirth mungkin akan terasa hambar.
Pastikan untuk mengikuti perkembangan berita game lainnya di Gamerwk.
@gamerwk_id
The Review
Jurassic World Rebirth
PROS
- Visual memukau di darat, laut, dan udara
- Lingkungan sinematik yang kaya detail
- Model dinosaurus sangat realistis dan hidup
CONS
- Hilang nuansa khas Jurassic seperti ketegangan sunyi dan rasa misteri
- Cerita inti terasa terburu-buru dan kurang dikembangkan
- Humor yang dipaksakan mengganggu emosi cerita
- Ketidaksiapan tim ekspedisi terasa tidak logis dan mengurangi kredibilitas film
Discussion about this post