Keunggulan utama dari franchise Dragon Quest sudah pasti terletak pada konsep RPG turn-based klasiknya yang masih sangat dicintai. Ini tentu berbeda dari franchise seperti Final Fantasy yang terus bereksperimen dengan style gameplay berbeda, meski di sisi lain mereka juga tetap melakukan ekspansi unik ke Dragon Quest lewat berbagai game spin-off unik. Satu judul yang kebetulan baru saja rilis beberapa saat lalu adalah Infinity Strash: Dragon Quest The Adventure of Dai, dan kami sudah berkesempatan memainkannya lebih dulu lewat review code yang disediakan oleh publisher.
Apa yang membuat game ini terasa menarik ada di fakta kalau Dragon Quest The Adventure of Dai sendiri sudah eksis sejak sekian lama sebagai seri terpisah. Lebih spesifiknya ini adalah seri manga garapan Riku Sanjo dan Koji Inada yang bahkan sudah memulai debutnya sejak 1989 lalu, tepat beberapa tahun saja sejak lahirnya seri Dragon Quest itu sendiri. Jadi tentu saja ada reputasi kuat yang sudah terbangun di sini, dan bahkan serinya sempat mendapat adaptasi anime baru garapan studio Toei Animation.
Lalu seberapa setia gamenya dalam mengadaptasi source material yang ada dan apakah pengalaman bermain yang ditawarkan sudah tepat sasaran? Langsung saja simak bahasan lengkapnya!
Jalan Cerita
Basis cerita Dragon Quest: The Adventure of Dai tidak mengalami banyak perubahan sejak debut seri manga hingga animenya, sehingga pihak Square Enix lebih memutuskan untuk bermain aman dengan mengadaptasi cerita yang sudah ada daripada membuat cerita original baru. Ini tentu bukan masalah sama sekali bagi mereka yang belum sempat menikmati serinya, tapi para fans lama Dragon Quest: The Adventure of Dai mungkin saja mengharapkan sesuatu yang lebih daripada hanya sekedar menikmati cerita sama dengan format berbeda.
Ini juga semakin diperparah karena gamenya menggunakan banyak sekali gambar static yang diambil dari animenya, kecuali saat ada momen-momen penting di cerita yang disuguhkan dalam cutscene 3D dengan kualitas animasi dan grafis yang kami harus akui terlihat sangat fantastis. Seandainya saja mereka bisa mempertahankan konsistensi cutscene 3D tersebut untuk sebagian besar penyampaian ceritanya, maka game ini tentu akan jauh lebih seru untuk dinikmati dan tetap memberi sensasi berbeda dari anime atau manganya. Cukup unik sebenarnya bagaimana setiap cutscene dikemas dalam format video yang bisa kamu skip atau rewind, jadi seumpama kamu tidak sengaja melewatkan suatu adegan atau dialog maka ini bisa cukup berguna, meski lompatan durasinya sendiri terpaut jauh.
Beralih ke inti ceritanya sendiri, Infinity Strash: Dragon Quest The Adventure of Dai berfokus pada petualangan seorang pemuda bernama Dai yang berambisi menjadi pahlawan dengan meruntuhkan ancaman Dark Army. Dai adalah sosok yang diberkati kekuatan misterius dan lewat didikan dari gurunya yaitu pahlawan legendaris Avan, sejak di awal ceritanya dia sudah digambarkan sebagai petarung tangguh dengan potensi yang terus berkembang di sepanjang cerita. Tentu saja dia tidak akan sendirian dalam melalui petualangan berbahaya ini, karena beberapa murid lain dari Avan seperti Popp, Maam, dan bahkan Hyunckel yang sempat berada di pihak Dark Army.
Sayangnya cerita yang seru ini tidak dieskplor secara penuh di gamenya, karena pihak developer memutuskan untuk tidak mengadaptasinya sampai benar-benar selesai. Jadi meski kamu sudah tamat main, ceritanya masih akan terasa menggantung dengan konklusi yang hanya bisa dikejar lewat anime atau manganya. Penggunaan asset gambar dari animenya tadi juga jadi kekurangan tersendiri yang membuat kami jadi semakin sulit untuk merekomendasikan game ini, yang mana alsannya juga terutama menjalar di sisi gameplay.
Struktur Game dan Progression Membosankan
Beralih ke permasalahan yang lebih serius di gamenya sendiri adalah struktur keseluruhan dan sistem progression. Kami sempat berekspektasi kalau gamenya akan dikemas dengan porsi eksplorasi bebas ala game JRPG kebanyakan, tapi ternyata kamu hanya bisa memainkan runtutan level yang tersedia dalam setiap Chapter dengan dua di antaranya yang eksklusif hanya mencakup konten cerita dan combat dalam suatu area. Kami hampir sama sekali tidak mendapati adanya eksplorasi kecuali di mana kamu hanya digiring untuk berpindah ke area terdekat di suatu map. Terasa aneh juga bagaimana gamenya menyediakan semacam mini map saat sedang bermain di suatu level dan berakhir tidak berguna selain hanya sebagai penanda musuh di sekitar.
Variasi level-nya sendiri benar-benar sangat minim, yang mana dalam satu chapter biasanya kami hanya disuguhkan dengan map yang sama persis dengan sedikit variasi pada objective utama. Sebenarnya ada juga tambahan level khusus yang disuguhkan dalam bentuk side quest, tapi sekali lagi tidak ada variasi unik selain pada bagian sinopsinya yang cukup mendukung cerita utama dan bagaimana kamu bisa melakukan grinding dengan lebih efisien. Pada akhirnya struktur progression berbasis level dengan minimnya variasi serta penyampaian cerita bermodalkan asset gambar anime hanya berujung membuat kami bosan bahkan sejak di jam-jam awal.
Combat yang Gagal Menjual
Lalu bagaimana dengan combatnya? Bahkan bagian yang pihak developer akui sebagai nilai jual utama ini juga sangat mengecewakan bagi kami. Seperti yang sempat kami bahas di preview terdahulu, setiap karakter dibekali dengan serangan normal, dua slot untuk skill utama, satu slot untuk magic, dan kemudian jurus pamungkas (Coup de grâce) dan aksi khusus lainnya seperti power up. Tidak ada potensi kombo yang bisa digali, kami tidak bisa melakukan aksi cancelling, dan selalu ada jeda di setiap aksimu seperti saat menghindar atau mengeksekusi skill. Ini tentu membuat combatnya terasa begitu kaku dan jauh dari kata responsif.
Dengan kontrol yang begitu kaku, kami jadi kesulitan juga untuk melakukan berbagai aksi presisi secara konsisten seperti perfect dodge dan block yang bisa dibilang sangat esensial. Ada beberapa pertarungan boss yang disuguhkan dengan banyak fase serta cutscene keren, dan dari sinilah kami sebenarnya bisa melihat potensi yang berusaha game ini kejar dengan menjadikan combat sebagai fokus utama, tapi eksekusi akhirnya berujung kurang memuaskan. Setidaknya kami bisa memberi apresiasi pada usaha tim developer untuk membuat tiap karakter punya style gameplay unik, apalagi bagaimana sistem switch antar karakternya bekerja dengan cukup baik tanpa memindahkan agro musuh.
Kustomisasi Karakter dan Temple of Recollection
Infinity Strash: Dragon Quest The Adventure of Dai masih dikemas sebagai RPG, jadi penting untuk terus memperkuat karakter karena tingkat kesulitan akan terasa semakin brutal, terutama saat bermain di level yang memaksamu untuk bertarung secara solo tanpa bantuan party. Ada berbagai cara untuk memperkuat karakter yaitu dengan grinding level karakter atau mengumpulkan Bond Memories. Ini bisa dibilang adalah sistem upgrade / enhancement untuk meningkatkan statistik karakter dengan menggunakan kartu bergambar dari panel manga klasik di slot yang tersedia. Semakin langka kartu yang didapat, maka semakin kuat juga efeknya.
Temple of Recollection adalah cara lain yang lebih efektif untuk memperkuat karakter, dan khusus untuk yang satu ini kamu harus menghadapi tantangan dungeon yang dibagi dalam beberapa layer. Berbeda dari saat memainkan Story Mode, ada beberapa aturan khusus yang berlaku seperti bagaimana karktermu akan selalu kembali ke level awal setiap kali mengakses dungeonnya dengan progress yang juga harus diulang. Meski kami merasa kalau rotasi gameplay di mode ini terasa jauh lebih membosankan dengan level yang sangat monoton dan durasi combat singkat, tapi ada beragam reward besar yang bisa didapat seperti Bond Memories langka atau resource khusus seperti Memory Motes atau Memory Ambers untuk meningkatkan levelnya.
Kesimpulan
Sebagai pemain yang belum sempat mengikuti seri Dragon Quest The Adventure of Dai, kami seketika cukup menyayangkan bagaimana game ini gagal memberi kepuasan bermain yang dicari. Baik itu dari penyampaian cerita, minimnya konten dan variasi, struktur level repetitif, hingga combat yang sangat kaku adalah permasalahan utama yang kesemuanya terasa fatal bagi kami. Jika ada satu yang membuat game ini masih menarik untuk diikuti, maka itu ada di cutscene 3D di beberapa momen cerita penting yang dikemas dengan kualitas jempolan. Meski bukan render secara real-time melainkan dalam bentuk video, resolusinya sendiri masih sangat tajam seperti hasil render langsung.
Selebihnya kami juga tidak punya kendala untuk sisi teknis, gamenya berjalan dengan performa mulus tanpa penurunan FPS, crash, maupun bug dan glitch. Ini penting untuk ditekankan, karena kami sempat menjajal versi demo gamenya di Nintendo Switch saat sedang meliput ke kantor Square Enix jelang Tokyo Game Show 2023. Pada saat itu gamenya berjalan dengan FPS tidak konsisten serta grafis yang masih kasar meski berada dalam mode dock. Selain itu transisi per level saat bermain di Temple of Recollection juga punya jeda cukup lama sampai gamenya terlihat seperti sedang crash karena grafis lingkungan sekitar yang tiba-tiba hilang. Kami belum menjajal versi finalnya di Switch, tapi khusus untuk versi PS5 yang kami mainkan setidaknya memang sangat teroptimisasi.
Infinity Strash: Dragon Quest The Adventure of Dai kini sudah tersedia untuk PlayStation 5, Xbox Series, PlayStation 4, Switch, dan PC melalui Steam dan Microsoft Store. Kamu bisa kunjungi situs resminya DI SINI untuk berbagai informasi lebih lanjut.
Pastikan untuk mengikuti perkembangan berita game lainnya di Gamerwk.
@gamerwk_id
The Review
Infinity Strash: Dragon Quest The Adventure of Dai
PROS
- Cutscene cerita 3D budget tinggi yang terlihat luar biasa
- Gamenya sangat teroptimisasi tanpa masalah teknis di PS5
CONS
- Sistem progression yang sangat repetitif dan membosankan
- Sebagian besar penyampaian cerita hanya dengan bermodal screenshot dari anime
- Banyaknya level / stage sama yang terus dipakai dalam satu chapter
- Combat yang sangat kaku dan jauh dari kata responsif
Discussion about this post