Terlepas dari seberapa ikonik atau legendarisnya sebuah game, pasti akan ada saat di mana game tersebut sudah terasa usang dan bahkan tidak cocok untuk era sekarang. Selain dari mekanisme usang hingga minimnya fitur Quality of Life (QoL), perhatian banyak gamer biasanya lebih tertuju pada judul-judul baru saja. Inilah yang kemudian mendorong para developer untuk kembali membangkitkan game klasik mereka demi bisa menjangkau lebih banyak pemain. Seperti yang dilakukan Blizzard Entertainment dan Vicarious Visions misalnya, yang mana belum lama ini mereka telah resmi merilis Diablo II: Resurrected.
Lebih dari sekedar rilis ulang dari game action RPG ikonik Diablo II, pihak developer telah menaruh perhatian khusus untuk menyempurnakan kualitas grafis dan beberapa fitur demi bisa membuatnya dapat bersanding dengan game di era sekarang. Tapi yang paling penting, yaitu tetap menjaga elemen klasik yang disukai oleh banyak fans veteran dan sudah menjadi ciri khas dari gamenya. Untuk mendapat gambaran lebih dalam lagi mengenai Diablo II: Resurrected, kami bersama media game lain sudah terlibat dalam sesi wawancara bersama Project Lead – Michael Bukowski dan Studio Design Director – Rob Gallerani yang merupakan perwakilan dari Blizzard Entertainment.
Sesi wawancara ini memuat beragam informasi yang sebenarnya sempat kami rangkum pada sesi sebelumnya, tapi masih ada detail dan fakta menarik yang semakin menambah insight baru mengenai proses pengembangan gamenya.
Membawa Game Jadul ke Era Modern
Tantangan terbesar dalam membawa game lama ke era modern sudah pasti terletak pada kualitas grafis dan apakah gameplaynya masih bisa dicerna. Bagi developer yang ingin mempertahankan daya tarik dari game originalnya, mereka biasanya lebih sering membuat versi remaster dengan perombakan minim atau seadanya. Ada juga yang memutuskan untuk membuat remake penuh yang menghadirkan banyak sekali perubahan sehingga membuat fans veteran merasa asing. Khusus untuk Diablo II: Resurrected, pihak Blizzard dan Vicarious Visions memutuskan untuk mengambil jalan tengah dan menciptakan game yang terasa seperti sebuah remake, tapi di saat yang sama masih menawarkan daya tarik dari game original Diablo 2.
“Diablo 2 adalah game yang sangat penting bagi Blizzard, baik itu dari sejarah hingga pada kedudukan genre action adventure secara menyeluruh. 20 tahun berlalu dan kami merasa kalaui saat ini kami sudah memiliki teknologi yang memadai untuk merealisasikan apa yang berusaha dicapai oleh game originalnya. Seperti bagaimana game originalya dibuat dengan sprite 2D dan berusaha menjadi game 3D, tapi sekarang kita bisa membuatnya jadi game 3D asli.” ungkap Robert.
Michael kemudian menambahkan “Satu perombakan yang paling jelas di depan mata adalah visualnya. Game ini sudah dibangun dalam gaya 3D seperti yang Rob katakan, yang mana tim developer menggunakan rendering modern seperti yang bisa disandingkan dengan game-game di 2021. Selain itu kualitas audionya juga sudah dipoles dan dirombak, dengan tambahan variasi suara baru seperti yang menyesuaikan tipe armor saat digunakan menyusuri berbagai area. Jadi secara keseluruhan kualitas visual dan audio sudah mengalami upgrade besar dibandingkan 20 tahun lalu. Tentu saja dari semua itu, ada banyak perombakan Quality of Life yang pastinya bisa diapresiasi pemain”.
Tentu saja membawa perombakan grafis, audio, hingga fitur QoL pastinya tidak cukup, maka dari itu pihak developer merasa paham betul kalau akan ada dua kubu pemain yang memiliki opini berbeda pada Diablo II: Resurrected. Seperti bagaimana ada pemain yang sudah akrab dengan game originalnya dan sempat bermain dalam waktu lama, atau kalangan pemain yang lebih muda dan belum lahir saat Diablo 2 rilis, tapi mereka punya pengalaman dengan Diablo 3. Robert menjelaskan kalau perbedaan kedua grup tersebut memang besar, tapi mereka tidak punya niatan untuk merubah wujud klasik Diablo 2 secara signifikan. Ini karena mereka ingin membuat gamenya lebih mudah diakses untuk gamer modern sembari menambah opsi untuk membuat pengalaman bermain menjadi lebih nyaman. Hanya saja semua bagian yang melekat kuat pada game originalnya bahkan hingga bagian intro dengan tingkat kesulitan menantang masih tetap dipertahankan.
Tantangan Selama Proses Pengembangan
Meski pondasi dari gamenya sudah ada dan developer hanya perlu memoles kualitas daripada membuat konten yang benar-benar baru, tapi jalannya proses pengembangan Diablo 2: Resurrected juga diisi dengan tantangan tersendiri. Saat menyinggung pertanyaan ini, Robert menjelaskan “Saya rasa tantangan terbesar sekaligus yang paling menyenangkan adalah kontroler. Karena kami ingin membuat pengalaman yang nostalgic sesuai kenangan, tapi tidak ada katan “mengingat” gamenya dulu di kontroler, karena itu memang tidak ada, dan ada perbedaan secara keseluruhan mengenai cara berinteraksi dalam game seperti keyboard yang memiliki banyak tombol dan kontroler dengan tombol lebih sedikit”.
Karena Diablo 2 adalah game yang hanya sempat rilis di PC, ini memang jadi suatu tantangan yang mudah dimengerti karena pihak developer sendiri juga tidak berencana untuk merubah banyak elemen klasik dari gamenya, jadi skema kontrol yang terhitung kompleks dan dipadu dengan kursor juga harus bisa nyaman dimainkan dengan kontroler. Cross Progression juga memegang peranan sendiri yang membuat tim developer tidak bisa merubah banyak elemen seperti di kebanyakan game modern, contohnya seperti menambah tombol dodge, inventory yang dirubah dalam bentuk list, atau cara kerja musuh. Jadi mempertahankan game yang masih sama tapi bisa menyesuaikannya agar nyaman dimainkan dengan kontroler jadi tantangan terbesar sekaligus paling menyenangkan yang dihadapi Robert dan timnya.
Selain itu ada juga fakta kalau ada banyak asset inti dari Diablo 2 yang hilang, sehingga seperti ada tuntutan untuk membuat semacam kreasi baru yang harus bisa sesuai dengan game originalnya. Menyentuh pembahasan ini, Michael menjelaskan “Satu hal yang paling penting untuk diketahui adalah kodenya tidak hilang, dan bahkan kodenya sudah mendapat update dari tahun ke tahun dengan patch paling baru di 2018. Asset yang tidak kami miliki adalah file artwork, yang kami butuhkan untuk membuat ulang sprite dari game originalnya. Bahkan kami sampai hampir melalui proyek arkeologikal demi menemukan apa yang hilang dan membantu kami dalam memulai pengembangannya. Jadi ada beberapa orang di tim kami yang pergi ke gudang lama untuk menemukan gambar fisik dari konsep orginal, hingga menghubungi orang-orang Blizzard North yang sempat terlibat dalam pengembangan gamenya, atau mencari file statistik yang masih disimpan di berbagai jalur koneksi kami.”
Jadi pondasi dalam mengembangkan asset baru memang tidak diambil secara mentah-mentah dari sprite original, melainkan file concept artwork lama yang bisa dibilang sebagai blueprint untuk dijadikan pacuan. Karena mereka tidak mendapat akses ke sebagian besar asset tersebut, tim developer pada akhirnya harus melakukan proses research lebih dalam untuk bisa mendapat material yang mereka perlukan. Membuat asset baru memang bisa jadi solusi, tapi perlu diingat juga kalau tujuan mereka adalah menjaga keauntetikan gamenya.
Diablo 2: Resurrected diketahui juga berjalan di engine yang sama dengan game originalnya, jadi ada rasa penasaran mengenai apakah ada sistem baru atau aspek sejenis yang sulit diimplementasikan ke versi remasternya. Jawabannya sendiri kembali terletak pada aspek teknikal seperti perubahan grafis menjadi 3D di atas perspektif 2D yang mana game originalnya masih menggunakan basis sprite. Menyentuh pertanyaan ini lebih dalam, Michael menjelaskan “Saya rasa tantangan yang tidak banyak dibahas adalah membuat gamenya bisa berjalan di tingkat frame rate berbeda, seperti bagaimana di game originalnya yang berjalan di 25fps dan sekarang kita berbicara soal berbagai konfigurasi PC yang memungkinkanmu untuk bermain di 200fps, atau di konsol dengan frame rate berbeda juga. Game originalnya tidak pernah didesain seperti ini, jadi ada usaha maksimal untuk merombak enginenya agar dapat mendukung frame rate tinggi seperti sekarang”.
Tidak ada kendala spesifik dalam mengerjakan kelas karakter tertentu seperti pada bagian kit dan skillnya, tapi tantangan terbesar yang berfokus pada karakter justru terletak di cara mempresentasikannya agar pemain tetap merasakan sensasi original, baik itu saat melihat wujudnya di layar atau saat mengendalikannya. Berkat dukungan performa yang lebih baik di game barunya, karakter seperti Necromancer yang dulu sempat membenani kerja engine karena dapat melakukan summon pasukan tengkorak dalam jumlah banyak kini tidak lagi jadi masalah.
Kolaborasi dengan Komunitas
Dengan pengadaan akses Early Alpha, tim developer bisa mendapatkan banyak masukan dari komunitas mengenai bagian mana saja yang perlu diperbaiki. Robert mengatakan kalau mereka sangat khawatir mengenai pengalaman yang dirasakan pemain dan apakah bisa sesuai ekspektasi mereka, tapi ternyata masukkan yang diterima cukup minor seperti icon di dalam gamenya yang terlihat kurang pas. Jadi bagian-bagian merubah tampilan skill sihir atau seberapa kuat efeknya bukanlah masalah. Robert juga merasa kalau begitu jelasnya komunitas dalam meminta suatu perbaikan benar-benar membantu mereka dalam menyesuaikan Diablo II: Resurrected agar lebih sesuai dengan selera pemain. Satu bagian yang tidak bisa mereka pertimbangkan adalah merubah atau menambah suatu konten.
“Kita menargetkan ini sebagai sebuah peninggalan sejarah yang kembali dibawa dalam wujud baru, jadi saat kamu membuat perubahan seperti pada sebuah lukisan atau karya seni lain, kamu pasti tidak ingin untuk merubahnya secara drastis. Sangat mudah bagi kami untuk mengambil feedback dari pemain yang mengatakan “oh coba ubah semua ini” dan kami merasa kalau itu adalah ide bagus, tapi itu bukan sesuatu yang jadi fokus kami untuk saat ini” ungkap Robert. Oleh karenanya tim developer masih menargetkan gamenya agar tetap bisa sejalan dengan kenyamanan bermain daripada menambah sesuatu yang benar-benar baru, karena mereka merasa ini adalah sebuah karya lama yang sudah memiliki bentuk solid dan hanya perlu diperbagus lagi.
Tanggapan fans akan pengalaman bermain dengan kontroler juga mendapat respon positif, yang mana banyak dari mereka merasa puas dengan sensasinya. Michael mengatakan “Saya rasa reaksi fans dengan kontroler memang menarik, tapi secara keseluruhan itu lebih dari sekedar mempelajari pola dan lain sejenisnya, karena itu adalah test yang mencakup keseluruhan porsi gamenya, untung mengetes kalau kami sudah siap untuk membuat pemain bisa mengakses gamenya dari berbagai penjuru dunia, memastikan kalau semua server sudah berada di tempat yang tepat, dan kami punya dukungan yang cukup untuk membangun semua itu”.
Mengeksplor Platform Konsol
Beralih ke pembahasan soal konsol, ini memang jadi momen spesial bagi Diablo 2 yang sebelumnya memang tertahan sebagai game eksklusif PC. Lewat rilisnya Resurrected, sekarang mereka bisa membuat gamenya lebih mudah diakses oleh berbagai kalangan gamer di platform berbeda. Seperti bagaimana di era sekarang banyak yang punya Nintendo Switch dan suka memainkan game di luar rumah, sekarang mereka bisa berpetualang di Diablo II: Resurrected tanpa adanya batasan lokasi atau waktu, bahkan meski sedang berada dalam transportasi umum. Sama halnya dengan pemain konsol yang lebih memilih bermain di TV dengan layar besar di tengah ruangan.
Fleksibilitas memang jadi tujuan utama yang berusaha dibawa rilis versi konsol dari Diablo II: Resurrected, tapi apa aspek lain yang membuat gamenya begitu unik di platform-platform tersebut? Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, jawaban tersebut terletak di skema bermain dengan kontroller. Robert menjelaskan “Dari level awal, cara kamu menggerakan karakter secara fundamental sudah berbeda. Ada beberapa hal yang sekarang bisa kamu lakukan dibanding dulu seperti saat mengklik tembok atau area yang tidak dapat dijangkau dengan keyboard / mouse, karakter yang kamu kendalikan tidak bisa bergerak karena itu adalah spot buruk. Tapi di controller saya bisa menggerakan karakter sampai lari ke tembok dan jika ada batu yang menambah efek collision, kamu dulu tidak akan bisa melihatnya karena kamu akan klik di tempat berbeda atau karakter hanya bergerak melewatinya.”
Tapi semua itu berbeda saat menggunakan kontroller, karena karakter dapat melambat saat menyentuh collision dengan tambahan bar stamina juga. Ini baru menyentuh skema kontrol pergerakan saja, dan nyatanya masih ada berbagai bagian lain yang mengalami penyesuaian seperti sistem aim dan target yang masing-masing sudah disesuaikan sedemikian rupa agar terasa natural saat dimainkan dengan kontroler. Bisa melihat developer menaruh perhatian pada skema kontroler seperti ini memang cukup langka, karena di era sekarang kebanyakan developer yang membawa game klasik mereka tidak mendapat banyak hambatan karena skema kontrol di berbagai platform cukup mudah disesuaikan. Hanya saja pasti ada tantangan besar jika game yang akan dibawa tersebut sempat eksklusif di PC saja dan memang dibuat khusus agar optimal dimainkan dengan keyboard dan mouse.
Rencana di Masa Depan
Tidak ketinggalan ada juga pertanyaan yang mengarah pada dukungan jangka panjang untuk gamenya dan apakah ada potensi penambahan konten baru. Untuk pertanyaan ini Robert mengatakan “Kami rasa semua ide terdengar menarik, tapi saya rasa hal pertama yang terpenting saat ini adalah memastikan gamenya bisa punya wujud sesuai. Kami butuh pemain agar seperti melakukan perbandingan antara apel ke apel saat gamenya rilis. Dan itu adalah target utama kami, jadi setelah mendapat pondasi yang bagus, maka setelah itu kami bisa berdiskusi lebih dalam mengenai beberapa hal baru.”
Tidak ada konfirmasi pasti, tapi pihak developer sepertinya tidak menutup peluang akan adanya tambahan konten di masa mendatang, seperti expansion atau DLC misalnya. Ada juga pertanyaan menarik mengenai potensi adanya remaster untuk game original Diablo dari 1997 yang mana Robert merespon dengan cukup terbuka. Mereka mengaku merasa puas dengan resepsi dari komunitas yang memang jika ingin melihat proyek baru, maka itu bisa jadi kesempatan yang bagus. Tentu saja tidak ada yang bisa diumumkan untuk saat ini, tapi tim developer mengaku sangat suka untuk membuat remaster dari game-game bagus.
Nah, itulah rangkuman sesi wawancara Diablo II: Resurrected dengan perwakilan Blizzard Entertainment. Sebagian pembahasan memang sesuatu yang sudah kami dengar sebelumnya, tapi di sisi lain kami juga mendapat banyak insight dan cerita menarik juga dari wawancara kami. Jika masih penasaran, kamu bisa cek rangkuman interview kami mengenai gamenya DI SINI dengan narasumber berbeda.
Diablo II: Resurrected sendiri saat ini sudah tersedia di PlayStation 4, Xbox One, Nintendo Switch dan PC via Battle.net. Kamu bisa simak rangkuman review lengkap kami DI SINI.
Pastikan untuk mengikuti perkembangan berita game lainnya di Gamerwk.
@gamerwk_id
Discussion about this post