Melalui liputan di ajang IGDX 2024 yang sempat berlangsung hingga akhir pekan lalu, tim kami yang sempat meliput keseruannya ikut berkesempatan untuk terlibat dalam beberapa sesi wawancara eksklusif. Salah satunya yang terutama menjadi highlight utama adalah dengan Kris Antoni Hadiputra Nurwono selaku CEO dan founder dari Toge Productions.
Pastinya banyak yang sudah sangat familiar dengan nama mereka, karena Toge Productions adalah salah satu perusahaan game paling prominen di Indonesia dengan cabang yang tersebar di Tangerang, Surabaya, hingga Kediri. Selain berfokus dalam mengembangkan game originalnya sendiri, mereka kini sudah ikut bertransisi menjadi publisher, yang mana lewat sesi wawancara ini kami telah mendapat sudut pandang lebih jelas akan seberapa pentingnya peran tersebut bagi mereka.
Awal Mula Sebagai Publisher
Toge Productions sendiri telah memulai debutnya di sekitar tahun 2009 sebagai developer game Flash. Tapi karena eksistensi medianya yang sudah semakin pudar dan tidak lagi mendapat dukungan, banyak developer di Asia Tenggara mulai harus beradaptasi dengan platform seperti mobile dan PC. Hal ini terutama juga menjadi tantangan besar bagi mereka pada masanya, belum lagi tambahan faktor lain seperti mencari partner untuk membantu distribusi game, pendanaan, dan lain sebagainya. Terkadang developer-developer harus rela datang ke berbagai event internasional hanya untuk bisa mencari koneksi yang tentu ikut memakan biaya.
“Jadi saat melalui proses dalam mencari publisher, kami menyadari kalau ada banyak developer lain di Asia Tenggara yang mengalami masalah yang sama, tetapi mereka tidak memiliki dana atau resource untuk pergi ke luar negeri dan bertemu dengan para publisher tersebut. Jadi kami mulai memikirkan cara bagaimana kami bisa menutupi keterbatasan tersebut” ungkap Kris.
Dari sanalah mereka akhirnya mulai menjalin kolaborasi dengan developer Indonesia dan Asia Tenggara sebagai publisher. Bantuan dari mereka tentunya sangat esensial, karena terkadang tim yang belum memiliki reputasi atau track record jauh lebih kesulitan dalam mengajukan proporsal game mereka ke suatu publisher.
Kris menjelaskan “Itulah mengapa sekitar tahun 2016 hingga 2017, kami memutuskan untuk membuat divisi publisher sendiri demi membantu para developer indie yang tidak mampu untuk mempresentasikan game mereka di ranah internasional. Dari sini kami bisa memberikan mereka pendanaan, konsultasi desain game, pemasaran, dan distribusi pameran khusus sehingga mereka bisa fokus pada pengembangan game mereka agar kemudian bisa dirilis di lebih banyak platform dan menjangkau audiens global.”
Ini tentunya mengundang pertanyaan besar mengenai kenapa developer pada masa tersebut kesulitan dalam mencari publisher terutama di Indonesia, dan untuk ini dia menambahkan “Saya rasa salah satu alasan kenapa hanya sedikit publisher di wilayah ini yang bisa memberi pendanaan dan merilis game lokal terutama pada awal tahun 2010-an, spesifiknya karena perusahaan game lokal lebih berfokus dalam mengamankan lisensi game dari Korea, Jepang, atau Cina dan kemudian merilisnya di pasar lokal. Dan ketika mereka melihat para developer game lokal di scene indie yang kecil, kami tidak bisa menyediakan game dengan skala serupa seperti yang mereka dapatkan lisensinya dari Jepang atau Korea. Jadi ada semacam gap besar antara apa yang mereka cari dan apa yang bisa dihasilkan oleh developer lokal.”
Ini tentu bisa dimaklumi di era dulu, karena bagaimana pun memprioritaskan game yang dirasa memiliki production value rendah daripada game lisensi wilayah luar yang terlihat lebih menjual tentunya tidak realistis. Tapi seiring perkembangan scene game indie di Indonesia terutama yang berhasil didorong kuat oleh Toge Productions apalagi dengan peran mereka sebagai publisher juga, ada lebih banyak bakat-bakat baru yang lahir dengan ambisi untuk menciptakan game terbaik mereka, dan perkembangannya tentu bisa semakin dirasakan dari tahun ke tahun.
Tantangan dalam Mempromosikan Game
Mendapat dukungan dari publisher saja tentunya tidak cukup untuk menjamin kelancaran debut suatu game, karena pasti ada tantangan tersendiri yang harus dihadapi dari sisi marketingnya. Ini memang sangat dirasakan di Indonesia, karena banyak gamer di wilayah kita tentu lebih familiar dengan game berbasis live service khususnya untuk platform mobile. Jadinya menaruh target audiens mana yang diincar dari sisi marketing tentu perlu jadi perhatian, karena jika fokusnya hanya untuk menarik perhatian pemain dari wilayah lokal saja maka potensi yang bisa diraih akan jauh lebih terbatas, apalagi karena perbedaan mindset dari kebanyakan gamer di Indonesia.
Menanggapi situasi ini, Kris berkomentar “Inilah mengapa para developer lokal lebih berfokus pada audiens internasional. Dan karena sekarang ada platform seperti Steam dan semua pasar digital yang membuka pintu masuk tersebut, maka sekarang semua hal itu bisa dilakukan. Sementara di saat yang sama, kami mencoba membangun kesadaran untuk pasar lokal juga. Contohnya seperti Toge yang memproduksi dan merilis game-game indie ke pasar global dan mendapatkan pengakuan internasional, penghargaan, dan kesuksesan finansial. Saya rasa gamer lokal mulai menyadari pencapaian tersebut, dan kemudian mereka ikut mengapresiasi game-game indie lokal serupa. Ini tentu adalah sebuah perjalanan yang panjang, tapi saya rasa perlahan-lahan kita sudah menuju ke sana.”
Karena game berbasis live service terkadang lebih dirasa bermain aman atau mengusung format yang sudah sering dipakai, ini bisa membuat banyak pemainnya menjadi bosan, sehingga dari sinilah game-game indie terasa semakin menarik untuk dieksplor. Alasannya tentu saja berhubungan denga kreativitas lebih dari para developer dalam menyuguhkan pengalaman berbeda, baik itu dari segi konsep hingga berbagai inovasi yang sulit ditemukan di kebanyakan game lain. Kris sendiri merasa kalau jika daya tarik tersebut bisa mulai disadari, maka apresiasi akan game-game indie terutama yang datang dari developer Asia Tenggara otomatis akan semakin naik.
Kreativitas Tanpa Batas dari Scene Indie
Kelebihan game indie di segi kreativitas dan inovasi tersebut tentu mengundang rasa penasaran juga, apalagi jika melihat game dari kelas AAA yang dirasa lebih jarang mengambil resiko meski dengan dukungan budget lebih besar. Tapi nyatanya itulah yang justru menjadi faktor penentu, seperti yang ikut dijelaskan Kris “Saya rasa justru karena keterbatasan budget tersebut, saya melihat orang-orang akan jadi lebih kreatif karena tidak adanya beban rugi. Itulah yang dialami oleh banyak developer indie karena mereka memiliki pendanaan yang sangat terbatas dan tidak punya tekanan soal rugi atau tidaknya, sehingga kenapa tidak? Untuk itu mereka bebas membuat game yang benar-benar mereka sukai sembari terus bereksperimen dan berinovasi.”
Sebuah penjelasan yang memang sangat akurat rasanya, karena bagi perusahaan game AAA raksasa yang tentu punya target pemasaran atau ekspektasi tinggi akan kesuksesannya, maka mereka tidak punya kebebasan lebih akan seberapa gila konsep suatu game jika apa yang diperlihatkan justru tidak dirasa menarik bagi gamer mainstream. Tapi ini tidak jadi beban bagi para developer indie, karena mereka bisa bebas menyesuaikan skala konten hingga seberapa unik konsep dari gamenya sesuai dengan pendanaan yang dimiliki. Soal rugi atau tidaknya bukan jadi sesuatu yang perlu mereka khawatirkan terutama saat baru memulai debutnya.
Pembelajaran dari Kegagalan
Masih berkutat pada poin sebelumnya, peran Toge Productions sebagai publisher tentu juga memastikan agar game yang mereka pegang hak pemasarannya bisa hadir dengan kualitas terbaik. Mereka tidak mendesak developer untuk mengkreasikan game yang bertentangan dengan konsep bawaannya, tapi tentu ada beberapa feedback penting untuk bagian mana-mana saja yang perlu disempurnakan. Kris menjelaskan kalau pada akhirnya apa yang menjadi faktor utama dari suatu developer indie untuk bisa membuat produk lebih baik adalah bagaimana mereka harus terus aktif mengembangkan game baru dan tidak hanya berhenti di satu judul saja, apalagi jika debutnya berujung jadi suatu kegagalan.
Lebih spesifiknya Kris menjelaskan “Jadi meskipun mereka mendapati proyeknya gagal, kegagalan itu justru adalah langkah penting dari proses pembelajaran yang harus mereka miliki, sehingga mereka bisa semakin meningkatkan kualitas game berikutnya. Dan sebagai publisher, apa yang ingin kami lakukan adalah memberikan feedback sebanyak-banyaknya agar mereka bisa mendapatkan produk terbaik sesuai kapabilitas mereka sembari meminimalisir resiko. Tapi saya pikir cara terbaik bagi mereka untuk memahami bagaimana melakukan riset pasar dan semua proses itu adalah dengan kegagalan. Jadi mereka harus benar-benar mengalaminya dan kemudian belajar dari pengalaman tersebut sebelum kemudian menciptakan game yang lebih baik lagi di masa depan.”
Bisa menerima kegagalan tentu tidak mudah, apalagi karena faktor keterbatasan dana yang bisa berdampak pada jalannya bisnis mereka, apalagi menyisihkan resource yang cukup untuk kemudian beralih ke proyek game baru yang diharapkan bisa menguntungkan. Toge Productions paham betul dengan kekhawatiran ini, sehingga pada akhirnya mereka ikut membuka semacam program khusus bermama Toge Game Fund Initiative (TGFI). Tujuan utamanya sendiri adalah untuk memberi semacam jaminan pendanaan hingga 10 ribu USD yang tidak perlu dibayar kembali alias cuma-cuma, tapi tentunya setelah melewati proses seleksi khusus.
“Pada dasarnya kami memberi mereka sejumlah uang bergantung pada milestone. Tapi untuk milestone sendiri adalah sesuatu yang ditetapkan langsung oleh pihak developer. Jadi semisal mereka ingin membuat semacam prototype atau vertical slice, serta berapa bulan dan apa saja targetnya? Dari sana mereka harus mengajukan dan mempresentasikannya kepada kami. Dan jika kami merasa ada peluang bagi mereka untuk berkembang dan belajar dari pembuatan prototype atau vertical slide tersebut, maka kami bisa memberi pendanaan.” ungkapnya.
Selebihnya Kris ikut menambahkan poin penting lain mengenai manfaat dari program TGFI sendiri, yang mana dia menjelaskan “Pada akhir program, kami juga memberikan bimbingan selama program berlangsung. Pada dasarnya nanti kami bisa menawarkan mereka kesempatan untuk memasarkan gamenya jika kami merasa game tersebut cukup menarik untuk kami rilis sebagai publisher utama. Tapi jika semisal Toge bukan publisher yang tepat untuk game-game tersebut, maka mereka tentu bebas mencari publisher lain yang lebih cocok. Saya rasa itulah satu-satunya cara bagi para developer baru untuk mencoba dan mencoba lagi, dengan menyediakan setidaknya semacam jaminan. Dan semoga saja dari sana mereka bisa membuat game yang sukses secara komersial.”
Apa Sebenarnya Style Game Khas Toge Productions?
Dengan kualitas tinggi dari game-game rilisan Toge Productions baik yang mereka kembangkan sendiri atau garapan developer lain, mungkin ada banyak yang merasa kalau mereka punya semacam limitasi pada style khusus. Kami ikut menanyakannya langsung ke Kris, dan ternyata tebakan tersebut tidak sepenuhnya benar.
“Kami tidak memiliki kriteria yang ketat. Jadi kami memiliki tim internal yang mengamati setiap pitch game yang masuk, termasuk dari prototype dan lain sebagainya. Jika ada yang berhasil menciptakan sebuah game dengan pondasi solid dan mereka merasa, “Oh saya sangat menyukai game ini,” maka mungkin game tersebut akan cocok bagi kami. Tapi khusus untuk game-game yang kami kembangkan secara internal, kami mencoba untuk memiliki sedikit cita rasa Asia Tenggara di dalamnya. Dan kemudian kami memiliki semacam dorongan estetika retro modern. Itu adalah style khas dari game-game yang kami produksi secara internal.” jelasnya.
Jadi semisal kamu adalah developer yang mungkin tertarik untuk mengajukan proporsal game ke Toge Productions dan khawatir kalau konsepnya tidak sesuai dengan style mereka, maka jawaban tadi sudah memberi kepastian jelasnya. Selain dari game-game yang mereka produksi sendiri, tidak ada batasan mengenai konsep maupun style, karena pada akhirnya developer yang ingin melakukan pitch game mereka harus punya konsep matang dan punya potensi untuk jadi produk yang menjual.
Nah, itulah tadi rangkuman wawancara eksklusif kami dengan Kris Antoni dari Toge Productions yang benar-benar dipenuhi dengan banyak pelajaran, khususnya bagi kalian yang mungkin tertarik untuk ikut terjun ke industri game sebagai kreator indie. Berbicara soal Toge Productions sendiri, saat ini mereka tengah berfokus penuh dalam pengembangan game original Kriegsfront Tactics dengan versi demo yang tersedia di Steam. Untuk informasi terupdate mengenai game-game keluaran mereka bahkan hingga program pendanaan game indienya lewat TGFI bisa kamu cek lewat website resminya DI SINI.
Pastikan untuk mengikuti perkembangan berita game lainnya di Gamerwk.
@gamerwk_id
Discussion about this post