MMORPG adalah genre game yang sangat digemari pada awal tahun 2000, termasuk juga di Indonesia. Namun, seiring perkembangannya zaman, genre tersebut sudah semakin jarang dan tidak begitu diminati oleh para gamer. Dampaknya, ada begitu banyak game MMORPG yang “meng-anak tirikan” SEA dan hanya berfokus pada perilisan region utamanya atau barat saja.
Pada artikel ini kami akan coba membagikan sebuah opini pribadi mengapa banyak MMORPG kekinian yang tidak tersedia di SEA, termasuk juga di Indonesia. Artikel ini suka-suka dan berdasarkan unek-unek pribadi, jadi jika kamu memiliki tambahan, sebutkan saja dikolom komentar. Mari simak artikelnya!
Banyak Hal yang Perlu Disiapkan
Jika berbicara merilis sebuah game, tentu saja tidak menampik bahwa kita juga akan berbicara mengenai keuntungan yang didapatkan. Tentu saja akan sia-sia jika sudah merogoh kocek investasi yang begitu besar, tetapi tidak bisa meraih keuntungan yang maksimal.
Kebanyakan game MMORPG yang beredar dipasaran adalah game yang diterbitkan oleh publisher yang membeli lisensi dari developer. Contoh paling baru adalah Amazon Games yang membeli lisensi game-game ternama dari developer Korea, yaitu Smilegate yang mengembangkan Lost Ark, atau Blue Protocol yang dikembangkan oleh Bandai Namco Entertainment.
Untuk membuka lebih banyak server ke Asia Tenggara, mereka perlu “biaya” lebih untuk mengurus server, marketing dimasing-masing region, izin dari badan rating, dan lain-lain. Beberapa usaha tersebut mungkin tidak terlalu terlihat oleh para gamer, namun tentu saja akan memakan persiapan sumber daya yang sangat banyak jika kita berbicara wilayah SEA yang luas dan beragam.

Black Desert Online adalah contoh MMORPG yang sangat niat untuk membawa gamenya ke semua region, termasuk SEA dan Indonesia. Pearl Abyss memang tidak menggunakan publisher third-party dan membawanya sendiri. Bahkan, mereka melakukan promosi yang gila-gilaan hingga melakukan lokalisasi dengan bahasa masing-masing di daerah Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Semuanya Hanya Soal Duit?
Sudah bukan hal yang aneh lagi dan mungkin disadari betul oleh para pemain Asia Tenggara di Indonesia, bahwa keuntungan sebuah game yang rilis di SEA sangat minim jika dibandingkan dengan pendapatan dinegara Asia seperti Jepang atau Korea, dan juga masih kalah dengan pendapatan di Amerika Utara bahkan Amerika Selatan sekalipun.

Kami sendiri coba mengambil data dari game mobile sekaligus PC, yaitu Tower of Fantasy. Kamu bisa melihat sendiri data di atas bahwa pendapatannya didominasi oleh para gamer Jepang, Amerika Serikat, dan juga Brazil. Sementara SEA? Mungkin ada dibawahnya, dimana hanya region Thailand saja yang mau untuk merogoh kocek lebih dalam demi game yang dimainkan.

Data yang kami ambil dari AppMagic tersebut mungkin bukan game MMORPG murni di PC, tetapi setidaknya bisa menjadi contoh gambaran bahwa game-game dengan genre tersebut tidak begitu dinikmati oleh para gamer di Asia Tenggara, termasuk juga di Indonesia, bahkan di perangkat smartphone yang terjangkau sekalipun.
MMORPG Sudah Tidak Lagi Digemari
Berbanding terbalik dengan era awal tahun 2000an dimana warnet-warnet didominasi dengan game online yang memiliki genre MMORPG, saat ini, kebanyakan game sudah semakin bervariasi dan yang paling digemari adalah game kompetitif shooter, MOBA, ataupun action RPG yang simpel tanpa harus pusing memikirkan micro-managing yang rumit.

Ya, MMORPG adalah game yang rumit yang mungkin sulit dinikmati untuk semua kalangan. Ada berbagai hal yang harus diurus untuk memperkuat karakter, lifeskill, PvP, membangun guild, dan masih banyak elemen-elemen micro lainnya yang bisa bikin pusing gamer kekinian.
Pada zaman sekarang yang serba menuntut “simpel tapi seru” sudah semakin menenggelamkan banyak MMORPG. Kami sendiri coba menengok data ke halaman SteamDB, sebagian besar game yang mendominasi adalah game shooter kompetitif ataupun MOBA. Ada nama Lost Ark dan New World, itupun kedua game tersebut dipublikasikan oleh Amazon Games yang “meng-anak tirikan” Asia Tenggara dan didominasi oleh para pemain barat tanpa perlu pemain SEA.

Game-game RPG yang lebih simpel untuk dimainkan lebih ramai dimainkan dan diminati oleh para gamer di Asia Tenggara seperti Indonesia. Meskipun sekali lagi harus kami katakan, penghasilannya masih kalah jauh dibanding Asia Timur seperti Jepang dan Korea, ataupun Amerika Serikat.
Masih Ada MMORPG yang Solid Solid Solid
Terlepas dari SEA yang selalu dilupakan pada banyak game MMORPG, tetap saja kualitas dari gamenya itu sendiri akan tetap jadi nilai jual utamanya. Ada begitu banyak contoh game yang tidak mendapatkan server resmi di Asia Tenggara, tetapi komunitasnya tetap ramai untuk bermain di server lain. Contoh paling nyata yang sering kamu lihat adalah Final Fantasy XIV.
Ada juga MMORPG lainnya yang masih solid hingga saat ini, yaitu Black Desert yang bisa dibilang masih cukup ramai dimainkan. Game tersebut memang dibawa langsung oleh Pearl Abyss ke SEA dan terbukti dengan pemasaran yang tepat, gamenya bisa lumayan hidup di Asia Tenggara, termasuk juga Indonesia.
Kesimpulan
Sebagai seorang gamer yang hidup dinegara berkembang, saya pribadi memang tidak terlalu berharap bisa memainkan banyak MMORPG kekinian dengan dedicated server. Namun jika game tersebut memang memiliki kualitas yang solid, pasti gamer akan dengan sendirinya memainkannya meskipum harus lewat berbagai halangan seperti menggunakan VPN atau ping yang tinggi.
Poin terakhir yang mungkin bisa saya katakan adalah dukunglah game yang Anda mainkan, meskipun hanya bernominal kecil, setidaknya setiap peser uang yang Anda gesek akan masuk ke perhitungan publisher atau developer. Jika tidak bisa, minimal berperilakulah yang baik di dalam game dengan membangun komunitas yang bersih, solid, dan tidak toxic.
Pastikan untuk mengikuti perkembangan berita game lainnya di Gamerwk.
@gamerwk_id
Discussion about this post