Mengembangkan anime yang mengadaptasi sebuah game bukanlah tugas mudah untuk dieksekusi, namun Netflix telah membuktikan kualitas mereka dalam menggarap berbagai proyek anime original termasuk yang mengadaptasi game dengan kualitas solid. DOTA: Dragon’s Blood adalah salah satu karya terbaru mereka bersama Studio Mir yang langsung menarik perhatian fans DOTA 2 di berbagai penjuru dunia. Mengambil cerita yang berfokus pada sosok si Dragon Knight – Davion, sejauh ini animenya memang terlihat cukup menjanjikan dan memberikan sudut pandang cerita yang sangat menarik untuk dilihat, apalagi keterlibatan dari beberapa karakter kunci yang populer di kalangan fans.
Menyusul review yang sudah kami rangkum sebelumnya, kali ini kami juga berkesempatan untuk mewawancarai Ashley Edward Miller yang merupakan Executive Producer dari animenya. Dalam wawancara ini kami menanyakan berbagai poin penting seperti proses pengembangan DOTA: Dragon’s Blood hingga beberapa pertanyaan yang berhubungan dengan ceritanya (AWAS SPOILER!!). Daripada penasaran, langsung saja simak rangkuman lengkapnya di bawah ini.
Q: Kenapa membawa Selemene, Dragon Knight, Terrorblade dan Carl (Invoker) ke dalam ceritanya?
Ashley: Ada banyak pengembangan visual untuk setiap karakter yang sudah diproses sejak saya terlibat dalam proyek animenya, dan saya merasa ada sebuah latar belakang cerita menarik yang bisa disampaikan. Untuk Selemene, saya juga sangat tertarik dengan adanya sosok dewa yang ada sebelum dirinya dan membuat saya penasaran dengan apa yang terjadi. Sementara lainnya adalah tentang menghubungkan poin-poin yang sudah ada.
Q: Seberapa tahukah anda soal Slacks (SirActionSlacks) dan video lore yang dibuatnya? Bagaimana jalannya proses research untuk anime ini?
Ashley: Saya sudah menonton semua videonya dan lebih mengetahui sosoknya selama satu atau dua bulan terakhir. Dia adalah orang yang hebat, rasa cinta dan passion untuk gamenya terpancar jelas. Menonton Loregasm telah membantu saya untuk memahami bagaimana sesuatu yang ada di dalam universe/dunia dalam DOTA saling terhubung, serta pertanyaan apa saja yang berhasil terjawab dan apa yang masih bisa digali.
Q: Bagaimana pengalaman yang didapat setelah bekerjasama dengan Valve selama 2 setengah tahun terakhir?
Ashley: Valve sudah menjadi partner kreatif dan pendukung setia untuk keseluruhan proyek ini. Saya sangat menikmati waktu bekerja dengan mereka serta mengapresiasi segala bantuan yang sudah diberikan.
Q: Kami tertarik untuk mengetahui bagaimana anda melihat basis komunitas, dan keterlibatan anda di dalamnya.
Ashley: Karena proyek ini memang sangat dirahasiakan, saya tidak bisa berinteraksi langsung dengan komunitas setidaknya sampai akhir-akhir ini. Saya sangat suka melihat passion mereka serta talenta artistik yang terlihat luar biasa. Sekarang saya jadi sering mencari fan art dan memberikan perhatian pada artistnya di sosial media.
Q: Apakah sempat ada bahasan untuk menjadikannya seri live action? Bagaimana proses sampai akhirnya memilih untuk membuat seri anime dan bukannya live action?
Ashley: Sepengetahuan saya, rencana tim dari awal memang sudah menargetkan seri anime. Saya tidak yakin kalau live action DOTA akan berakhir memuaskan. Bisa membuat adaptasi yang sangat akurat pastinya akan memakan biaya produksi yang sangat mahal.
Q: Seberapa berbeda menulis cerita untuk film dibandingkan dengan serial episodik, baik itu untuk live action dan animasi?
Ashley: Film sudah memiliki struktur yang lebih terangkum dalam format satu tayangan. Untuk serial televisi, kamu memiliki lebih banyak ruang untuk digali dan berfokus pada karakter dan emosi yang ingin dibangun. Para penonton juga sedikit tidak khawatir dengan apa yang akan terjadi. Dengan animasi, saya perlu mengingat kalau menggambar orang yang sedang berjalan memang susah apalagi adegan dimana ada banyak orang yang berjalan terasa seperti mimpi buruk, tapi saya bisa menciptakan sisi aksi dan melakukan sesuatu yang bisa mendobrak budget untuk film live action.
Q: Seberapa aktif anda mengikuti perkembangan DOTA secara umum seperti sisi kompetitif hingga update gamenya?
Ashley: Saya terus mengikuti perkembangannya. Karena saya ingin tahu dengan apa yang terjadi baik di kalangan fans hingga ke gamenya sendiri. Saya tidak memiliki pendalaman yang benar-benar spesial untuk patch, hero baru atau sejenisnya. Tapi saya sama terkejutnya dengan semua fans saat Hoodwink diumumkan.
Q: Saya rasa setelah adanya Dragon’s Dogma tahun lalu, beberapa fans merasa kritis dengan pendekatan art style untuk adaptasi Netflix. Jadi bagaimana anda menentukan pendekatan visual yang mana source materialnya terbiasa dilihat dari sudut pandang top-down?
Ashley: Saya tidak pernah merasa khawatir dengan adaptasi ini. Studio Mir adalah yang terbaik di dunia jika sudah berhubungan dengan apa yang mereka kerjakan. Jika mereka tidak bisa mengerjakannya dengan benar, maka tidak ada lagi yang bisa. Segala sesuatunya adalah tentang mengadaptasi konten yang ada jadi kami bisa membawa cerita yang terasa seperti drama daripada video game.
Q: Mari bayangkan jika anda bisa bekerja di anime DOTA lainnya, cerita siapa lagi yang ingin anda eksplor lebih dalam?
Ashley: Jika kami berhasil sukses dengan adapatsi ini dan dapat memproduksi lebih banyak episode, saya sudah memiliki rencana yang disiapkan. Untuk sekarang saya tidak ingin membawa ekspektasi palsu jika memang nantinya saya akan berubah pikiran.
Q: Apa bagian yang paling anda sukai saat bekerja dalam proyek anime ini?
Ashley: Kesempatan untuk bisa bekerja dengan talenta paling berbakat di dunia…penulis cerita, artist, aktor, hingga musisi yang hebat…bagaimana mungkin rasanya tidak senang bangun setiap hari mengetahui ini adalah pekerjaan saya?
Q: Bagaimana proyek ini bisa berbeda dengan mengadaptasi material seperti komik (contohnya X-Men, Marvel) dengan game yang tidak memiliki banyak materi yang cukup?
Ashley: Terasa mudah mengetahui kalau saya memiliki lebih banyak ruang untuk dieksplor. Namun juga sulit mengetahui kalau tidak ada banyak material yang bisa dijadikan sumber. Rasanya tidak seperti saya bisa membuat DOTA: Days of Future Past. Semuanya harus datang dari pikiran sendiri atau dari sumber lain yang disarankan daripada berfokus pada sumber yang masih terasa transparan atau kontradiktif.
Q: Saya tahu kalau serial anime TV biasanya berdurasi 30 menit, tapi karena 8 episode DOTA: Dragon’s Blood sudah tersedia langsung, kenapa tidak memiliki durasi lebih panjang atau episode dalam jumlah lebih?
Ashley: Produksi. Membutuhkan banyak sekali waktu dan tenaga untuk memproduksi setiap episodenya. Logistik, atau yang biasa kami sebut sebagai “pipeline” pastinya akan membuat anda terkejut.
Q: DOTA termasuk sangat populer di kalangan fans di negara yang tidak berbahasa Inggris, seperti wilayah Asia Tenggara. Seberapa banyak peran anda dalam mengerjakan subtitle, untuk memastikan kalau dialognya sama dengan versi Inggris?
Ashley: Kami mengirimkan banyak sumber material untuk dikerjakan tim lokalisasi di Netflix untuk membantu mereka memahami pilihan nama, dialog dan segala macamnya. Inilah proses yang biasanya mereka lakukan dan sejauh ini sepertinya semua berjalan dengan mulus, jadi saya merasa cukup senang untuk mempercayakan prosesnya.
Q: Tentu saja anda membutuhkan banyak NPC pendukung di dalam DOTA: Dragon’s Blood. Bagaimana anda membuat karakter tambahan ini tanpa keluar terlalu jauh dari apa yang sudah ada?
Ashley: Setiap karakter yang ada di dalam anime ini memiliki alasan untuk berada di dalam ceritanya. Sudut pandang saya berpusat pada karakter Davion dan Mirana, dengan karakter pendukung cerita yang kuat. Terkadang bisa sangat menggoda untuk menambah karakter di tiap episodenya atau memberikan adegan tambahan, tapi kami tidak memiliki banyak waktu untuk melakukannya. Jadi kamu harus benar-benar disiplin dalam proses ini. Nyatanya, karakter penting yang muncul di dua episode pertama hanyalah pemeran utama saja. Semua karakter pendukung lainnya hanya muncul saat keberadaan mereka memang dibutuhkan.
[SAATNYA MASUK KE PERTANYAAN SPOILER]
Khusus untuk bagian ini kami sengaja memisahnya karena mengandung spoiler, jadi kamu bisa menghindarinya kalau memang tidak ingin tahu detail cerita DOTA: Dragon’s Blood jika belum menontonnya.
Q: Peran Terrorblade terasa kurang dimaksimalkan, terutama fokus untuk bagian cerita lainnya. Kenapa tidak membuat peran Terrorblade menjadi lebih prominen?
Ashley: Terrorblade mirip dengan Jaws. Semakin jarang kamu melihatnya, maka semakin mengerikan juga sosoknya. Dan juga, saya tidak suka dengan film/serial yang menampilkan si tokoh antagonis di tiap episode dan berakhir dikalahkan begitu saja. Jadi kami ingin memastikan kalau setiap kali Terrorblade muncul, dia harus meninggalkan impresi yang kuat.
Q: Bagaimana sampai hubungan antara Mirana dan Dragon Knight akhirnya dimunculkan?
Ashley: Mereka berdua adalah karakter yang hancur emosinya sebelum dipertemukan di momen terburuk dan terus membuktikan kalau mereka bisa saling mengandalkan. Saya rasa mereka melihat sosok dirinya antara satu sama lain dan ada aspek lain yang ingin mereka kejar juga. Jika ini bukan resep untuk sebuah cinta, maka saya tidak ada tahu apa lagi.
Q: Apakah Bram menggunakan gulungan Town Portal? Dan kenapa dia membutuhkan darah?
Ashley: Kami tentu saja mengiyakan untuk gulungan Town Portal namun idenya disini adalah gulungan tersebut dibuat dengan sihir di Dragon Hold dengan sisa-sisa dari naga void. Ini tentunya membutuhkan darah dan semacam ritual untuk nekerja karena saya ingin membuatnya sangat, sangat sulit untuk melakukan teleportasi dari tempat ke tempat.
Q: Shopkeeper terlihat seperti orang mistis, meskipun dia hanya memiliki peran kecil. Apakah anda bisa menjelaskan soal “representasi” dari karakternya?
Ashley: Invoker memiliki pengetahuan, Oracle dapat melihat masa depan, dan Shopkeeper adalah perwujudan dari karma dan dharma. Dia adalah apa yang kamu masukkan ke dalam universe itu sendiri serta apa yang kamu dapatkan kembali, dan bagaimana kamu berinteraksi dengannya memberikan dorongan untuk mengejar apa yang kamu cari dan mengincar kebenaran tertinggi.
Q: Kami melihat adanya Eldwurm lain, disaat Auroth (Wintern Wyvern) seharusnya menjadi yang terakhir setelah Slyrak “mati”. Jadi seberapa jauh di masa lalu setting cerita utama DOTA: Dragon’s Blood diambil? Ataukah ini adalah semacam alternate universe?
Ashley: Kami menempatkan Eldwurm lebih dari sekedar monster biasa. Saya secara spesifik telah menghindari untuk membuat Auroth menjadi salah satu dari Thunder, meskipun dia sebenarnya sudah cukup usia untuk menjadi salah satunya. Saya harap ada kesempatan untuk menemuinya. Namun untuk posisi kita saat ini…asumsi saya adalah kalau semua hero dalam DOTA akan muncul di medan pertempuran terakhir, tapi para sosok Ancient tidak harus selalu membatasi mereka ke para pahlawan yang sejaman, seperti bagaimana mereka bisa pergi menembus waktu untuk bertemu dengan perwakilan dirinya di berbagai penjuru universe/dunia lain.
Q: Kenapa pada akhirnya mengambil sosok naga dalam bentuk manusia, daripada seperti Wurmling misalnya?
Ashley: Transformasi atau wujud hybrid ini adalah sesuatu yang kami dapat dari suara dan karakteristik Davion di dalam gamenya. Saya rasa ini adalah wujud yang sangat keren dan membuat Davion terasa seperti sosok “monster” daripada wujud yang benar-benar menyerupainya secara murni. Tapi jika kamu melihatnya secara lebih dekat, Slyvion (yang biasa kami sebut) selalu berevolusi setiap kali dia bangkit. Dia memiliki desain berbeda di episode 2, 4, atau 8. Kenyataannya dia juga memiliki saya di episode 8. Setiap waktunya dia terasa sedikit lebih mirip Davion dan semakin mendekati sosok naga murni. Dengan lebih banyak episode lagi pasti evolusi ini akan terus berlanjut.
Bagi kamu yang penasaran dengan seri animenya, DOTA: Dragon’s Blood rencananya akan ditayangkan di Netflix pada tanggal 25 Maret mendatang. Anime ini bahkan juga akan mendapatkan opsi dubbing Indonesia juga lho!
Pastikan untuk mengikuti perkembangan berita game lainnya di Gamerwk.
@gamerwk_id
Discussion about this post